Jakarta, MK Online - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Dr. Mahfud MD menerima anugerah Muharam Award dari Universitas Islam As-Safi’iyah (UIA), pada Kamis (23/12) di Kampus UIA Jakarta. Menurut Rektor UIA, Prof. Dr. Tutty Alawiyah AS, alasan pemberian penghargaan tersebut karena Mahfud telah menunjukkan sebagai cendikiawan muslim yang transformatif dan inspiratif atas keberaniannya menegakkan nilai-nilai Islam mengenai kebenaran, keadilan dan anti KKN.
Dalam kesempatan itu Mahfud memberikan ceramah berjudul “Hijrah dari Budaya Korupsi untuk Indonesia yang Bermartabat”. Dikatakan Mahfud, ada anggapan bahwa korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya.
“Saya tidak sependapat dengan anggapan itu. Karena dalam terminologi keilmuan, budaya merupakan produk suatu masyarakat tentang hal-hal yang baik. Misalnya, budaya sopan santun kepada orangtua. Kalau korupsi kan tidak baik. Jadi, apa betul masyarakat kita punya budaya korupsi?” kata Mahfud mempertanyakan.
Dikatakan Mahfud, pengertian budaya juga berarti sebagai hal yang terwariskan secara turun temurun dan tidak bisa dihentikan. Bukti empiriknya, lanjut Mahfud, bangsa Indonesia sempat mengalami masa yang panjang dengan tidak adanya korupsi seperti sekarang. Berdasarkan hasil penelitian, korupsi yang cukup besar dan menggurita, baru muncul di Indonesia sejak 1974.
“Sebelum tahun 1974, korupsi di Indonesia bisa dikatakan tidak besar, korupsi karena terpaksa. Misalnya, barang kantor yang hampir tidak terpakai dan tidak ada manfaatnya lagi. Beda dengan sekarang, korupsi dilakukan dengan cara mencuri secara besar-besaran,” papar Mahfud.
Kemudian mengenai pengertian hijrah dari budaya korupsi, ungkap Mahfud, diartikan sebagai pindah dari budaya korupsi, pindah dari alam jahiliyah menuju kepada alam hidayah. Sedangkan pengertian korupsi itu sendiri, jelas Mahfud, memiliki dua pengertian.
“Pertama, korupsi dalam arti konvensional yakni mencuri uang negara dengan cara melawan hukum dan merugikan keuangan negara. Kedua, korupsi dalam arti non-konvensional. Misalnya, sikap sombong, sewenang-wenang dan sebagainya,” kata Mahfud.
Sementara itu, Rektor UIA Tutty Alawiyah dalam sambutannya, mengatakan bahwa terkait pemberantasan korupsi dan penegakan HAM yang gencar dilakukan di Indonesia saat ini, hasilnya masih jauh dari harapan.
“Oleh karena itu, kita harus merenungkan kembali, korupsi tidak hanya melawan hukum tapi juga berdampak besar bagi hak asasi manusia, sehingga layak sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan karena telah merampas hak dan hajat hidup orang banyak,” tandas Tutty di hadapan para hadirin, antara lain sejumlah duta besar dari negara-negara muslim. (Nano Tresna A./mh)