Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar perkara perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Kutai Timur, Rabu (15/12) siang di ruang sidang panel MK. Perkara dengan nomor 217/PHPU.D-VIII/2010 ini dimohonkan oleh pasangan calon nomor urut tujuh, Suardi-Agustinus Djiu.
Ada empat pokok permohonan yang dimohonkan oleh Pemohon, yakni: terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT), keterlibatan pejabat dan Pegawai Negeri Sipil (PNS), politik uang, serta black campaign (kampanye negatif) terhadap salah satu pasangan calon selama penyelenggaraan Pemilukada.
Terkait DPT, Pemohon mempermasalahkan tidak rasionalnya jumlah DPT yang telah ditetapkan oleh Termohon (KPU Kabupaten Kutai Timur). Di mana, lanjut Pemohon, jumlah pemilih yang dicantumkan oleh Termohon dalam DPT adalah sejumlah 209.727 pemilih. Padahal, lanjut Pemohon, jumlah seluruh penduduk adalah 245.817 jiwa (versi Termohon) atau 253.847 jiwa (versi BPS). “Apakah rasional selisihnya? (Jika jumlah) umur 0-4 tahun atau usia TK/MA/SMP/SMA yang berumur di bawah 17 tahun adalah 83.367 jiwa. Belum ditambah dengan anggota TNI/Polri 658 orang,” papar kuasa Pemohon Hasanuddin Nasution.
Selain itu, ia juga mengungkapkan, adanya keterlibatan pejabat serta PNS dalam menyukseskan pasangan calon nomor urut tiga, Isran Noor-Ardiansyah (Pihak Terkait). Menurutnya, keterlibatan itu telah dilakukan oleh beberapa pejabat daerah, diantaranya oleh Sekretaris Daerah (Sekda), Kepala Dinas Pekerjaan Umum, dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD). “Sekretaris Daerah memerintahkan kepada para pegawai kontrak untuk memilih (pasangan calon) nomor tiga dan minta kepada para sanak keluarga mereka untuk memilih nomor tiga,” ujarnya.
Bahkan, menurutnya, pelibatan tersebut telah dilakukan secara terorganisir. Karena, terjadi hampir di seluruh kecamatan dan desa di Kabupaten Kutai Timur. “Ada kepala desa yang memobilisasi masyarakat dengan mengarahkan untuk memilih nomor tiga,” lanjut Hasanuddin
Untuk informasi, pasangan nomor urut tiga adalah incumbent.
Sedangkan terkait adanya praktik politik uang, menurut Pemohon, dilakukan dalam besaran yang bervariasi. “Ada yang 50 ribu, 30 ribu, bahkan 100 ribu,” katanya.
Oleh karena itu, dalam petitum permohonannya, Pemohon meminta kepada Mahkamah untuk mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 3. “Karena memperoleh kemenangan secara melawan hukum,” tegasnya.
Setelah mendengarkan pokok-pokok permohonan, Panel Hakim yang diketuai oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD tersebut menyarankan agar kuasa hukum Termohon dan Pihak Terkait dikuasakan secara terpisah. “Termohon dan Pihak Terkait kepentingannya berbeda. Agar nanti bisa objektif,” tuturnya. Untuk persidangan selanjutnya, akan digelar Kamis (16/12) pukul 10.00 WIB. (Dodi/mh)