Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan dari ratusan siswa SMU Negeri 41 Jakarta, mereka diterima oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva di Ruang Auditorium, Gd. MK. Dalam kesempatan tersebut Hamdan Zoelva menjelaskan mengenai ketatanegaraan Indonesia pasca amandemen sebanyak empat kali dan kewenangan MK.
Hamdan menyebutkan di dalam UUD 1945 diatur kewenangan MK yang tertuang dalam Pasal 24C UUD 1945 antara lain melakukan pengujian UU terhadap UUD 1945, memutus pembubaran parpol, mengadili sengketa lembaga negara yang kewenangannya diatur dalam UUD 1945, menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum, penanganan sengketa hasil perolehan suara Pilkada berdasarkan Pasal 236C UU 32 Tahun 2004, dan memutus perkara impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Salah satu persoalan penting setelah terjadinya empat kali perubahan UUD 1945 adalah adanya ketentuan yang secara eksplisit mengatur impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Syarat impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden disebutkan dalam UUD 1945, yaitu pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 7A dan 7B Perubahan Ketiga UUD 1945. Pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lain, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden selanjutnya akan diperiksa, diadili, dan diputus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) apakah pendapat DPR tersebut mempunyai landasan konstitusional atau tidak.
Hamdan menyebut proses pemakzulan harus memperhatikan aspek-aspek hukum baik alasan hukum pemakzulan, maupun proses pembuktian atas terpenuhinya alasan dan syarat-syarat serta mekanisme pemakzulan yang diatur oleh hukum dan konstitusi yang berlaku. Kini tak mudah untuk memakzulkan Presiden seperti yang terjadi pada dua presiden di atas, sebab harus melalui proses ketatanegaraan. Menurut Hamdan, sebelum pemakzulan, pernyataan pendapat DPR sebagai usulan pemakzulan presiden harus diajukan terlebih dulu kepada MK untuk diperiksa dan diadili.
Hamdan menegaskan bahwa putusan MK final dan mengikat, tidak bisa banding, kecuali protes kepada Tuhan. Menyangkut pengujian UU dalam kaitannya dengan persoalan HAM, Hamdan menjelaskan bahwa UU yang ditengarai membatasi HAM seseorang dapat dibatalkan. “Misalnya ada UU yang mengatur pelarangan berorganisasi, yang jelas-jelas melanggar HAM maka dapat dibatalkan,” demikian tegas Hamdan.
Dalam sesi tanya jawab, seorang guru SMU Negeri 41 Jakarta, Heri Setiawan menanyakan tentang polemik yang meruncing antara SBY dengan Sri Sultan apakah jika dibawa ke MK masuk ranah pengujian UU atau sengketa lembaga negara. Menjawab hal itu, Hamdan menyatakan masih harus dikaji apakah Sultan termasuk kategori lembaga negara, karena yang terjadi perbedaan pandangan antara SBY dengan Hamengkubuwono X. “Apakah Sultan itu lembaga negara apa bukan”, Kata Hamdan dengan nada bertanya. Namun demikian, ujarnya jika UU Keistimewaan Yogyakarta sudah selesai, sangat mungkin dibawa ke MK.
Ketika menjawab pertanyaan masih banyaknya hak rakyat yang dilanggar, Hamdan Zoelfa menegaskan bahwa pemerintahan dibentuk untuk mengurusi rakyat. “Maka, jika rakyat tidak puas boleh menggugat negara”, tegas Hamdan (Dwi Nugroho).