Jakarta, MKOnline - Permohonan Pemohon dalam perkara nomor 208/PHPU.D-VIII/2010 ditolak seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perkara perselisihan hasil Pemilukada putaran kedua Kabupaten Bandung ini dibacakan oleh tujuh hakim konstitusi pada Senin (6/12) sore, di ruang sidang pleno MK. Pemohon adalah pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah nomor urut 8, Ridho Budiman Utama-Dadang Rusdiana.
Dalam putusan tersebut, Mahkamah menyatakan, seluruh dalil Pemohon tidak terbukti menurut hukum. Menurut Mahkamah. Dalil Pemohon terkait keterlibatan Bupati Bandung, Obar Sobarna, Termohon (KPU Kab. Bandung), PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan birokrasi pemerintahan dengan tujuan untuk memenangkan pasangan calon nomor urut 7, Dadang Mohamad Naser- Deden Rukman Rumaji (Pihak Terkait) adalah tidak benar.
Meskipun, sebelumnya, Pemohon telah memperkuat dalilnya dengan bukti rekaman pidato Obar Sobarna dalam beberapa acara resmi. Yang di dalamnya, kuat mengindikasikan dukungan Obar Sobarna kepada Pihak Terkait. Namun, Mahkamah berpendapat, hal itu hanya terbukti dalam salah satu acara saja, yakni pidato yang disampaikan pada saat acara IGRA. Dan, Mahkamah berpandangan, jikapun hal itu terjadi, hanya terjadi secara sporadis, yakni tidak bersifat terstruktur, sistematis dan masif.
“Mencermati bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon serta keterangan saksi Pemohon, Mahkamah berpendapat hal tersebut memang merupakan pelanggaran, namun pelanggaran tersebut tidak memenuhi tiga syarat pelanggaran dimaksud (baca: terstruktur, sistematis, dan masif, red),” ungkap Hakim Konstitusi Harjono.
Selain itu, Pemohon juga mendalilkan bahwa Termohon tidak melakukan sosialisasi Pemilukada Kabupaten Bandung Putaran Kedua. Perbuatan Termohon tersebut, lanjut Pemohon, telah menyebabkan hilangnya hak pilih warga masyarakat Kabupaten Bandung. Namun, menurut Mahkamah, dalil ini juga tidak terbukti. Dalam hal ini, Termohon dapat membuktikan dalam persidangan bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi dalam bentuk kegiatan gerak jalan santai yang diikuti oleh warga Kab. Bandung.
Adapun dalil Pemohon yang menyatakan bahwa Termohon telah salah menerapkan hukum
dan tidak memahami tentang peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pemilukada. Mahkamah berpendapat, ditemukan fakta hukum bahwa surat edaran Termohon yang dipersoalkan oleh Pemohon sama sekali tidak mencantumkan ketentuan seperti apa yang dinyatakan oleh Pemohon. “Pemohon telah salah menafsirkan surat edaran Termohon dimaksud,” tegas Mahkamah.
Hal tersebut terkait dengan Surat KPU Bandung Nomor 274/466/Teknis bertanggal 25 Oktober 2010 tentang Penjelasan DPT Pemilu Bupati dan Wakil Bupati Bandung. Di mana isinya, menurut Pemohon, bertentangan dengan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 17 ayat (3) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 72 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Kepala Daerah di Tempat Pemungutan Suara. (Dodi/mh)