Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis, (2/12) menggelar sidang pengujian Undang-Undang (PUU) Nomor perkara 62/PUU-VIII/2010, yakni terhadap UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia [Pasal 43 ayat (1), (2) dan Pasal 46 ayat (1), (2)] (UU Ombudsman) dan Pengujian UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik [Pasal 46 ayat (3) dan (4)] (UU Pelayanan Publik)
Permohonan perkara ini diajukan oleh Walikota Makassar, Lembaga Ombudsman Kota Makassar, Lembaga Ombudsman Daerah Prov. DIY, Lembaga Ombudsman Swasta Prov. DIY, Ombudsman Daerah Kab.Asahan, LSM KOPEL, dan H. Bahar Ngintung, dengan kuasa pemohon Adnan Buyung Azis dkk. Sidang Panel yang dipimpin oleh Ketua Panel Hamdan Zoelva dan beranggotakan M. Akil Mochtar dan Maria Farida Indrati tersebut mengagendakan pemeriksaan perbaikan permohonan.
Dalam permohonannya, Pemohon meminta Majelis Hakim untuk mengabulkan permohonan untuk seluruhnya, yakni menyatakan pasal-pasal yang dimohonkan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pasal-pasal yang dimohonkan dari UU Ombudsman antara lain Pasal 43 ayat (1), (2) berbunyi: “1. Apabila dipandang perlu, Ombudsman dapat mendirikan perwakilan Ombudsman di daerah provinsi atau kabupaten/kota. 2. Perwakilan Ombudsman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai hubungan hierarkis dengan Ombudsman dan dipimpin oleh seorang kepala perwakilan”. Sedangkan Pasal 46 ayat (1), (2) yang diujikan berbunyi: “(1). Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, nama “Ombudsman” yang telah digunakan sebagai nama oleh institusi, lembaga, badan hukum, terbitan atau lainnya yang bukan merupakan lembaga Ombudsman yang melaksanakan fungsi dan tugas berdasarkan Undang-Undang ini harus diganti dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini. (2). Institusi, lembaga, badan hukum, terbitan atau lainnya yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap menggunakan nama “Ombudsman” secara tidak sah”.
Terhadap UU Pelayanan Publik, Pemohon meminta MK menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat terhadap Pasal 46 ayat (3) dan (4) yang berbunyi: “(3). Ombudsman wajib membentuk perwakilan di daerah yang bersifat hierarkis untuk mendukung tugas dan fungsi ombudsman dalam kegiatan pelayanan publik. (4).Pembentukan perwakilan ombudsman di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak undang-undang ini diundangkan”. Pemohon menyatakan bahwa pasal yang diujikan dalam Undang-undang ini secara eksplisit tidak diperintahkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pemohon melalui kuasa hukumnya Adnan Buyung Aziz mengungkapkan bahwa Pasal 43 ayat (1) dan (2) UU Ombudsman serta Pasal 46 ayat (3) dan (4) UU Pelayanan Publik bertentangan Pasal 18 ayat (2) dan ayat (6), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (3), pasal 28E dan Pasal 28F UUD 1945.
Terhadap permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Akil Mochtar menyatakan permohonan harus berdasarkan pada kerugian konstitusional, karena DPR dan Presiden pasti akan menerangkan argumentasi mempertahankan ketentuan tersebut, tentunya pada akhirnya keyakinan hakim yang menentukan. Dasar kerugian konstitusional dalam pengujian tersebut menurut Akil, dikarenakan jika suatu Undang-Undang berlaku, akan mengikat semua warga negara. “Jika suatu Undang-undang mengatur, karena sifat Undang-Undang itu mengikat warga negara, ya kita terikat”, tegas Akil Mochtar. Misalnya terhadap Pasal 43 UU Ombudsman, tentu tidak hanya diujikan terhadap Pasal 18 tentang Pemerintahan Daerah, tetapi menurut Akil lebih ke arah pelanggaran asas kesamaan di hadapan hukum (equality before the law). Demikian juga akan diujikan terhadap norma Pasal 28 UUD 1945, yakni kemerdekaan berserikat dan berkumpul yang kemungkinan terhalangi dengan berlakunya UU tersebut. Sedangkan soal kesamaan nama Ombudsman, menurut Akil Mochtar bukan perdebatan konstitusional. “Kalau nama yang jadi masalah, bisa saja ganti nama, yang penting tujuannya”, kata Akil Mochtar.
Dalam persidangan tersebut, Ketua Panel Hakim, Hamdan Zoelva mengesahkan beberapa bukti yang diajukan oleh Pemohon sekaligus memintanya untuk memperbaiki permohonannya. Untuk sidang selanjutnya Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan akan memberitahukan kepada Pemohon panggilan sidang selanjutnya. (Dwi Nugroho/mh)