Jakarta, MKOnline - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang melakukan kunjungan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Rombongan mahasiswa Undip sekitar 70 orang tersebut diterima oleh Staf Ketua MK, Fajar Laksono Soeroso, Selasa (30/11).
Mahasiswa Undip yang berkunjung ke MK selain mendapatkan sambutan, juga mendapatkan materi seputar MK yang disampaikan oleh Fajar. Dalam materi yang disampaikan, Fajar menyampaikan sampai saat ini MK masih dinilai sebagai lembaga peradilan yang bersih, meski beberapa waktu terakhir berembus kabar adanya praktik suap di MK. “Bahkan di tengah-tengah beredarnya kabar praktik suap, MK masih meyakini kalau lembaga ini bersih. Bahkan pada putusan yang dibacakan di sidang pleno, hakim konstitusi menegaskan kembali bahwa putusan tersebut tidak dipengaruhi apa pun,” jelas Fajar kepada para mahasiswa.
Fajar menegaskan kepada para mahasiswa, ada kemungkinan orang luar MK yang hanya mengaku-aku dapat mengurus perkara di MK. Untuk memperkecil kemungkinan adanya orang luar menyalahgunakan nama MK dan berisiko merusak reputasi MK sebagai lembaga peradilan yang bersih, Fajar pun meminta dukungan pihak luar untuk mewujudkannya, termasuk dukungan dari para mahasiswa. “Untuk mewujudkan institusi yang bersih itu tidak dibebankan kepada orang-orang di dalam MK saja, tapi butuh dukungan dari pihak luar juga,” pinta Fajar.
Sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945 yang mengatur kewenangan dan kewajiban MK, Fajar mengatakan MK memiliki tata cara persidangan yang berbeda dengan MA (Mahkamah Agung). Bila di MA saat persidangan tidak semua pihak dihadirkan, di MK saat persidangan semua pihak pasti dihadirkan. Kalaupun tidak bias hadir ke persidangan, MK menyediakan video conference yang dapat digunakan untuk “menghadirkan” pihak-pihak yang berkepentingan. Karena itulah, semua pihak dapat memantau apa yang terjadi di persidangan MK. Pantauan juga bisa diamati lewat risalah yang dikeluarkan MK. Sehingga, bila putusan MK sangat jauh melenceng dari risalah-risalah persidangan yang sebelumnya dikeluarkan, sudah pasti dapat dideteksi lebih cepat adanya pelanggaran.
Fajar juga menyampaikan saat ini MK menganut paham hukum progresif dan keadilan subtantif. Dengan menganut paham tersebut, MK tidak mau dibelenggu oleh apa pun termasuk undang-undang yang dapat menghambat pencapaian keadilan.
“Kalau ada peraturan yang membelenggu, MK akan menerobos. Tapi, tidak asal terobos. Patokannya tetap hukum tertulis. Kalau hukum tertulis itu menghambat, MK akan cari jalan sendiri. Hukum dan keadilan itu satu paket dan itu merupakan perintah konstitusi,” jelasnya.
Mahkamah Konstitusi memang selama ini bekerja sesuai kewenangan seperti yang termaktub dalam pasal 24C UUD 1945. Terlepas dari baik atau buruknya UUD, hakim konstitusi tidak dibolehkan menilai UUD 45 karena MK sesuai rambu-rambu yang ada hanya mengawal konstitusi apa adanya. (Yusti Nurul Agustin/mh)