Jakarta, MKOnline – Tiga pasang calon walikota/wakil walikota dalam Pemilukada Kota Depok Provinsi Jawa Barat Tahun 2010, akhirnya pulang dengan tangan hampa setelah permohonan ketiganya kandas di persidangan Mahkamah Konstitusi (MK). MK dalam amar putusan yang dibacakan pada Kamis (25/11/2010) menyatakan menolak seluruh permohonan Pemohon.
Ketiganya adalah, pasangan Gagah Sunu Sumantri-Derry Drajat, Pemohon perkara Nomor 199/PHPU.D-VIII/2010. Kemudian pasangan Badrul Kamal-Agus Supriyanto, Pemohon perkara Nomor 200/PHPU.D-VIII/2010. Terakhir, pasangan Yuyun Wirasaputra-Pradi Supriyatna, Pemohon perkara Nomor 201/PHPU.D-VIII/2010.
Berdasarkan laporan Panwaslu Kota Depok, Pemohon mendalilkan, Pasangan Nur Mahmudi Ismail-Idris Abdul Somad secara sengaja melanggar tahapan kampanye. Mahkamah menilai Pemohon tidak menguraikan dan membuktikan lebih lanjut pelanggaran yang didalilkan. Pemohon hanya mengajukan bukti berupa kliping berita surat kabar yang masih harus didukung oleh alat bukti lainnya.
Mengenai permasalahan DPT yang didalilkan Pemohon, Mahkamah sebagaimana dalam putusan-putusan sebelumnya kembali menegaskan bahwa masalah DPT yang tidak tertib tidak dapat dijadikan alasan untuk membatalkan hasil Pemilukada. Sebab masalah tersebut terbentur dengan kekacauan administrasi kependudukan yang memang baru akan siap pada Tahun 2011. Oleh karena itu, dengan tidak bermaksud membenarkan ketidakakuratan permasalahan DPT, menurut Mahkamah, tidak relevan mempersoalkan DPT yang telah ditetapkan KPU Depok. Kecuali terdapat bukti yang kuat KPU Depok melakukan pelanggaran yang cukup serius terkait dengan DPT yang bertujuan menguntungkan salah satu Pasangan Calon.
Mengenai dalil Pemohon yang menyatakan banyak kartu pemilih dan undangan tidak sampai kepada warga, Menurut Mahkamah, Pemohon tidak dapat menguraikan di mana lokasi kejadian berlangsung. Pemohon hanya memberikan contoh di Kecamatan Cipayung tanpa menyebutkan kelurahan atau nama TPS. Mahkamah menilai, dugaan pelanggaran yang didalilkan hanyalah permasalahan administrasi yang tidak sampai menciderai tahapan pelaksanaan Pemilukada secara keseluruhan dan tidak didukung dengan bukti yang sah dan kuat.
Terhadap dalil Pemohon yang menyatakan penggunaan kekuasaan Pasangan Nur Mahmudi Ismail-Idris Abdul Somad dalam mengkondisikan calon peserta Pemilukada, Mahkamah menilainya kurang relevan karena dalil-dalil Pemohon hanya didasarkan atas bukti pemberitaan media tanpa didukung bukti-bukti lain yang sah menurut hukum.
Sedangkan dalil Pemohon mengenai mobilisasi dan ketidaknetralan pejabat dan PNS Pemerintah Kota Depok, berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, menurut Mahkamah, Pemohon tidak menguraikan dan membuktikan lebih lanjut mengenai keterlibatan PNS sebagai petugas pemungutan suara. Seandainya pun terdapat keterlibatan PNS, hal tersebut tidaklah dilarang selama PNS yang bersangkutan dapat menjaga netralitasnya.
Dalil Pemohon mengenai adanya money politics secara meluas yang dilakukan oleh pasangan Nur Mahmudi Ismail-Idris Abdul Somad, Mahkamah menilai bukti-bukti yang diajukan Pemohon tidak meyakinkan. Seandainya benar terjadi pembagian uang dan alat-alat rumah tangga dari Pasangan Nur Mahmudi Ismail-Idris atau Tim Suksesnya, berdasarkan bukti-bukti, keterangan saksi-saksi dan fakta yang terungkap dalam persidangan, menurut Mahkamah, terjadi dalam skala yang kecil, tidak mencakup wilayah Kota Depok secara keseluruhan, sehingga tidak dapat dinilai telah mempengaruhi hasil Pemilukada secara keseluruhan. Di samping itu, telah ada mekanisme hukumnya yakni melaporkan kepada Panwaslukada sesuai dengan prosedur yang ditentukan oleh UU.
Sidang Pleno dengan agenda pengucapan putusan ini dilaksanakan oleh Hakim Konstitusi Moh. Mahfud MD, selaku Ketua merangkap Anggota, M. Arsyad Sanusi, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Hamdan Zoelva, Harjono, dan M. Akil Mochtar, masing-masing sebagai Anggota.
Dalam kesimpulan atau konklusinya, Mahkamah menilai dalil-dalil Pemohon tidak terbukti menurut hukum. Alhasil, dalam amar putusan, Mahkamah menyatakan menolak seluruh permohonan Pemohon. "Dalam Pokok Perkara, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tegas Ketua Pleno Hakim yang juga Ketua MK Moh. Mahfud MD. (Nur Rosihin Ana/mh)