Jakarta, MKOnline - Sebanyak 13 mahasiswa Magister Ilmu Kesehatan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengikuti kuliah tamu secara langsung dengan Prof. Dr. Moh. Mahfud MD di lantai 4 Gedung MK, Rabu (24/11/2010).
Materi perkuliahan selama 1,5 jam tersebut adalah tentang politik hukum. Mahfud MD menjelaskan pentingnya belajar politik hukum bagi para mahasiswa tersebut, meskipun bukan mahasiswa hukum. “Dalam bidang kesehatan juga ada politik hukum. Kebijakan mengenai kesehatan di Indonesia bisa diteropong dari sudut pandang ilmu hukum. Misalnya, bagaimana politik hukum mengenai kesehatan gratis, kebijakan tentang obat-obatan, dan seterusnya,” terang Mahfud.
Ketua MK kelahiran Sampang, Jatim, ini menjelaskan definisi politik hukum. Menurutnya, politik hukum adalah garis resmi tentang hukum yang akan dibuat dan diberlakukan oleh negara untuk mencapai tujuan negara. Ia memberikan presentasi tentang politik hukum dalam taksonomi. “Hukum bisa diartikan legal policy,” lanjutnya.
“Politik hukum adalah disertasi saya, doktor penguji sempat ada keraguan apakah politik hukum masuk dalam ilmu politik atau ilmu hukum,” tukas Mahfud. Terhadap keraguan itu, Mahfud menjelaskan bahwa mahasiswa hukum semestinya juga diajarkan kurikulum politik hukum. Baginya, untuk belajar ilmu hukum tidak bisa dilepaskan dari aspek politik yang melingkupinya. “Hukum ada karena ada proses politik di dalamnya,” ujarnya.
Karena keyakinan dan penjelasan yang dia kukuhkan itu, akhirnya pada 1994, politik hukum secara resmi menjadi bagian dari kurikulum studi ilmu hukum. Sementara itu, pada 1996, Departemen Pendidikan Nasional (saat itu masih belum berubah menjadi Kementerian) melalui dorongan Konsorsium Pengajar Ilmu Hukum, menjadikan politik hukum sebagai mata kuliah pilihan bagi mahasiswa S-1.
Dalam kuliah umum ini, sempat ada pertanyaan dari seorang mahasiwa. “Apakah politik memengaruhi hukum, atau sebaliknya hukum yang memengaruhi politik?” Mahfud pun menjelaskan ada tiga teori yang bisa dipakai untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Teori pertama, politik determinan terhadap hukum. Sebab, tidak ada satu pun produk hukum yang tidak melalui proses politik dan dipengaruhi olehnya. Teori kedua, hukum determinan terhadap politik. “Jika ingin menjadi calon presiden, mau tidak mau tetap harus mengikuti prosedur hukum yang telah ditentukan. Padahal, jabatan presiden adalah jabatan politik,” Mahfud mencontohkan.
Teori ketiga, hukum dan politik bersifat interdeterminan. Keduanya saling memengaruhi satu sama lain. Hukum tanpa politik tidak bisa berjalan. Sementara politik tanpa hukum bisa sewenang-wenang. (Yazid/mh)