Jakarta, MKOnline - Kasus Gayus yang belum ditangani oleh Polri maupun Kejaksaan dapat diambil oleh KPK tanpa harus berkoordinasi dengan pihak manapun. Hal ini disampaikan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD ketika ditemui di Ruang Kerjanya, Selasa (23/11), di Gedung MK.
“KPK langsung saja ambil yang belum ditangani kejaksaan dan polisi. Nyatanya selama ini, KPK bisa ambil sendiri (kasus korupsi, red.). Tidak usah koordinasi kalau (KPK) sudah tahu sendiri. Menurut saya, itu yang perlu diketahui masyarakat, sehingga KPK jangan sampai dibawa dalam situasi kalau dia (KPK, red.) harus berembuk,” urai Mahfud.
Menurut Mahfud, jika dibutuhkan langkah progresif, maka Presiden harus meminta Satgas Mafia Hukum untuk melapor langsung ke KPK. “Seperti dia dapat info tentang Misbachun, dia yang melapor ‘kan ke polisi sehingga bisa dihukum? Nah, sekarang kenapa ada seperti itu (kasus Gayus, red.) tidak dilaporkan ke KPK? Itu kalau mau menegakkan hukum dan mau ikut campur yang benar. Karena ada ikut campur yang salah, tapi kalau melapor ke KPK itu, ikut campur yang benar, bukan intervensi. Memang sebenarnya aslinya presiden tidak mengintervensi jaksa dan polisi, tapi memang harus memberi instruksi. Ikut campurnya itu memberi instruksi agar hukum itu tegak,” paparnya.
Tanpa intervensi dari Presiden, lanjut Mahfud, kepolisian dan kejaksaan tidak akan kuat. “Kepolisian dan kejaksaan dikepung oleh partai, DPR, mantan pejabat yang koruptor, para pengemplang pajak, makanya mungkin tidak berani buka,” lanjutnya.
Mahfud mencontohkan serupa dengan kasus Anggodo beberapa waktu lalu yang tidak bisa ditangani polisi dengan alasan tidak dapat menemukan pasal yang bisa dikenakan kepada Anggodo. “Polisi menyerah kemudian diserahkan kepada KPK dengan alasan polisi tidak menemukan bukti Anggodo melakukan tindak pidana. Ternyata diperiksa KPK sebulan kelar, dan langsung masuk pengadilan. Sekarang sudah dihukum, malah hukumannya naik. Itu bukti bahwa mungkin kondisi ini (kondisi kasus Gayus, red.) sama yang dihadapi kepolisian dan kejaksaan ketika menangani anggodo, tidak berani. Padahal dengan alasan tidak ada pasal, namun setelah diserahkan ke KPK, KPK akan menemukan pasal. Yang penting (KPK, red.) ambil saja sendiri kasus Gayus yang belum ditangani polisi dan kejaksaan,” terangnya.
Disinggung mengenai langkah teknis yang perlu diambil, Mahfud menyarankan agar Satgas Mafia Hukum, ICW (Indonesia Corruption Watch), Pukat UGM meminta kepada KPK sebagai pelapor. “Hal ini sehingga KPK bisa mengeluarkan SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan) dulu untuk Gayus,” sahutnya.
Kasus Zainal
Pada kesempatan itu pula, Mahfud mengklarifikasi mengenai surat yang dikirmkannya untuk Kapolri. Mahfud menjelaskan bahwa ia bukan mengirimkan nota keberatan, melainkan hanya surat penjelasan biasa. “Surat biasa yang menyatakan bahwa panitera itu dalam melaksanakan tugas, tidak bisa dianggap melakukan pidana. Nanti kalau panitera melakukan tindak pidana, Panitera di seluruh Indonesia bisa dilaporkan polisi. Mengeluarkan surat penjelasan memang tugas panitera, bukan tugas ketua. Oleh sebab itu, dengan surat dari saya, lebih komprehensif bahannya,” jelasnya.
Mahfud menjelaskan sesuai surat edaran MA, orang yang menjalankan tugas peradilan tidak bisa dikriminalkan. “Kecuali memalsukan atau memanipulasi keterangan di luar putusan. Dalam kasus Zainal itu, putusan MK tidak ada masalah sama sekali. Timbul ketika Panitera membuat surat penjelasan karena diminta oleh KPU,” tandasnya. (Lulu Anjarsari/mh)