Jakarta, MKOnline - Sidang perkara No. 205/PHPU.D-VIII/2010 kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi pada Senin (22/11) siang, di ruang sidang pleno MK. Perkara perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Karo, Sumatera Utara ini telah memasuki agenda pemeriksaan saksi.
Pada persidangan itu, Pemohon (pasangan calon nomor urut 2, Riemenda Ginting-Aksi Bangun) menghadirkan sepuluh saksi, sedangkan Termohon (KPU Kab. Karo) mengajukan empat saksi. Dalam kesaksiannya, para saksi Pemohon mengungkapkan beberapa pelanggaran dan kecurangan yang terjadi selama Pemilukada. Diantaranya: pemilih dibawah umur, tidak dibagikannya C6 (kartu undangan memilih) oleh petugas KPPS, serta politik uang dan pembagian sembako kepada masyarakat oleh salah satu pasangan calon.
Faisal Andri, salah satu saksi Pemohon, mengungkapkan, telah terjadi pembagian sembako (sembilan bahan pokok) kepada dirinya dan warga sekitar rumahnya. Pembagian itu, menurut Faisal, dilakukan oleh tim pemenangan pasangan calon nomor urut satu. “Dilakukan di belakang rumah saya,” ujarnya. Namun, ia menegaskan, di daerahnya tidak ada pembagian uang serta mengakui dirinya tidak terpengaruh oleh pemberian sembako tersebut. “Saya tidak coblos nomor satu,” katanya.
Berbeda dengan Faisal, saksi Pemohon lainnya, Sakti Tarigan, menyatakan, telah mendapat laporan terjadi pembagian uang di Desa Monte. “Ada 13 orang yang mengakui telah menerima uang. Besarannya ada yang terima 50 ribu dan 100 ribu,” terang Sakti yang juga sebagai Ketua Tim Pemenangan pasangan calon nomor urut lima.
Senada dengan hal itu, Salmon Ginting, menerangkan bahwa dirinya telah menerima uang sebesar 1,5 juta untuk dibagikan kepada warga untuk memilih pasangan nomor urut 9. “Saya bagikan kepada 30 orang masing-masing 50 ribu,” paparnya.
Selain itu, Yusna Delfina, seorang guru SMP 2 Kabanjahe, menuturkan, mendapat pengakuan dari muridnya bahwa telah memilih pada Pemilukada di Kab. Karo yang lalu. “Usia anak murid saya itu masih 14 tahun,” tegasnya. Muridnya tersebut, lanjut Yusna, memilih pasangan calon nomor 1. “Karena terima uang 50 ribu,” tuturnya menirukan alasan muridnya. Bahkan, menurut muridnya tersebut, beberapa temannya yang lain juga melakukan hal yang sama.
Sedangkan beberapa saksi Pemohon lainnya menyatakan, tidak menerima C6 dari petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) di wilayahnya. “Ada sekitar 500 orang yang tidak mendapat kartu pemilih,” ungkap Daniel sembiring, yang sehari-hari sebagai Kepala Desa di Kab. Karo ini.
Namun, terkait tidak diserahkan atau dibagikannya C6 kepada para pemilih oleh KPPS dibantah oleh saksi Termohon. Menurut saksi Termohon, Sehat Tarigan, menjelaskan, tidak dibagikannya C6 kepada para pemilih tersebut dikarenakan pemilih sudah pindah alamat, tidak jelasnya alamat, meninggal dunia atau ganda. (Dodi/mh)