Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan membuat putusan yang seadil-adilnya dalam sengketa Pilkada Kota Jayapura. Sebab, saat proses persidangan ada saksi-saksi yang tidak memberi keterangan sebenarnya ataupun muncul saksi yang sebenarnya tidak tahu-menahu soal perkara yang disengketakan.
Harapan itu disampaikan Arteria Dahlan selaku kuasa hukum dari pasangan Jan Hendrik Hamadi-Lievelien Louisa Ansanay di Jakarta, Minggu (21/11) sore. Menurut Arteria, kemungkinan pekan ini MK akan memutus sengketa Pilkada Kota Jayapura. "Dan Jumat (19/11) lalu kita sudah masukkan kesimpulan berisi tangkisan, tanggapan atas dalil pemohon (penggugat) maupun bukti-bukti dan keterangan saksi," ujar Arteria.
Menurutnya, dalam kesimpulan yang disampaikan ke MK itu dicantumkan pula tentang tidak sahihnya saksi-saksi maupun bukti yang diajukan para pemohon. "Kami juga paparkan adanya manipulasi," ucap Arteria.
Seperti diketahui, dari Pilkada Kota Jayapura yang digelar pada 11 Oktober lalu pasangan Jan Hendrik Hamadi-Lievelien Louisa Ansanay ditetapkan sebagai pemenang oleh KPU Jayapura. Namun kemenangan pasangan nomor urut 4 itu digugat oleh calon lainnya yakni pasangan Benhur Tommy Mano-Nuralam dan pasangan Thobias Solossa-Haryanto.
Salah satu yang dipersoalkan antara lain rekapitulasi di Distrik Heram dan Jayapura Selatan. Selisih kemenangan antara Hendrik-Lievelien hanya 170 suara.
Selisih yang hanya 170 suara itu dinilai Arteria telah memicu kubu Benhur-Nuralam maupun Thobias-Haryanto untuk menggugatnya ke MK. Hanya saja, kata Arteria, banyak data soal rekapitulasi suara maupun kesaksian yang tidak valid. "Banyak formulir rekapitulasi yang tidak sesuai dengan hasil rekapitulasi di tingkat TPS. Bahkan kami menyimpan satu saksi kuncu yang disuruh salah satu kubu untuk mengumpulkan formulir rekaputilasi tak peduli asalnya dari mana saja," ucap Arteria.
Ia mencontohkan salah satu saksi dari Panwas Kota Jayapura yang membawa data bukan hasil Pleno Panwas Pilkada Jayapura. Arteria pun sampai merasa perlu mendatangkan Ketua Panwas Kota Jayapura, Moses Yomungga, yang sebenarnya berstatus tahanan Polres Jayapura dalam kasus dugaan suap.
Moses mengungkapkan, ada hal yang berbeda dari yang disampaikan rekannya di Panwas itu saat bersaksi di MK. Moses mengkoreksi kesaksian rekannya, terutama dalam hal hasil rekapitulasi dari Distrik Heram.
Moses mengatakan, ada keterangan yang seharusnya diluruskan dari kesaksian rekannya di persidangan MK. Alasannya, karena kesaksian yang disampaikan berbeda dengan hasil Pleno Panwas yang sebenarnya sudah sesuai dengan hasil rekapitulasi KPU Jayapura. "Ada perbedaan prinsipil dan itu harus dikoreksi," ujar Moses.
Ia menjelaskan, jumlah pemilih di Distrik Heram yang menggunakan halk pilihnya adalah 22.588. Jumlah itu sudah termasuk pemilih pindahan dari TPS lain. Namun dari seluruh jumlah suara di Distrik Heram, sebanyak 346 suara dinyatakan tidak sah dengan demikian 22.339 suara yang dinyatakan sah.
"Jumlah itu juga sudah sesuai dengan jumlah surat suara yang dikeluarkan di tingkat TPS. Kami juga menyebar 500 relawan yang mengunakan Berita Acara bahwa semua saksi calon telah tanda tangan dari hasil Pilkada Jayapura di Distrik Heram. Kalau yang digunakan data lain, jelas ada perbedaan," tandasnya.
Karenanya data Panwas Pilkada Kota Jayapura yang sebenarnya harus dijadikan acuan. Sayangnya, data Panwas yang sudah diplenokan itu tidak disampaikan di persidangan MK.
"Justru yang lebih kami curigai, mengapa kesaksian itu mirip dengan data dari salah satu calon yang menjadi pemohon" Padahal itu bukan data yang valid dan diakui KPU Jayapura," tambah Arteria.
Karenanya ia pun berharap MK bisa memutus dengan adil. "Jangan sampai nanti putusannya seperti Kobar (kotawaringin Barat). Karena kalau itu yang terjadi, pasti tidak bisa dieksekusi oleh KPU Jayapura. Tapi kita tetap hormati MK dan pasti gugatan para pemohon akan ditolak," pungkasnya.
(ara/jpnn)