Jakarta, MKOnline - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD menegaskan bahwa tindakan korupsi dan penyuapan yang dilakukan Gayus Tambunan telah membuat rusaknya penegakan hukum. Bahkan, akibat ulah Gayus itu bisa membuat ribuan rakyat Indonesia menjadi miskin.
"Rakyat dimiskinkan oleh Gayus. Orang seperti itu tidak hanya dihukum berat, tapi juga harus dimiskinkan," ucap Mahfud kepada para di ruang kerjanya, Selasa (16/11) menanggapi terdakwa mafia pajak, Gayus Tambunan yang kini masih ramai jadi pembicaraan orang.
Mahfud yakin, dengan memiskinkan pelaku korupsi seperti di China, Korea, Jepang merupakan bentuk pembelajaran terhadap masyarakat, maupun bentuk penangkalan agar tindakan yang dilakukan Gayus tidak terulang kembali.
“Supaya diingat, Gayus itu menyuapnya sedikit tetapi menerima suapnya banyak. Nah itu yang diproses pidana. Dengan proses pidana, dia menerima suap, sekarang dia bukan hanya dihukum penjara. Tetapi juga uang hasil suap itu bisa disita oleh negara karena merupakan hasil kejahatan,” jelas Mahfud.
Mahfud mengatakan, untuk memiskinkan Gayus sebenarnya tidak sulit karena dia sudah memiliki pengakuan-pengakuan sebagai bukti awal untuk dipidanakan karena disuap. Namun kalau karena menyuap, hal tersebut sulit untuk dimiskinkan.
Menurut Mahfud, apa yang dialami Gayus sampai bisa melenggang ke luar rumah tahanan atau rutan dan berada di Bali, merupakan satu kolusi yang luar biasa. Karena untuk bisa keluar dari rutan itu, hanya dapat melalui izin ketua majelis hakim yang mengadili.
“Bahkan kepala rutan pun tidak boleh mengizinkan, sebelum ada izin dari ketua majelis hakim. Nah di situ jadi masalah besar,” tandas Mahfud.
Mahfud menjelaskan lagi, untuk jangka panjang sebenarnya pemerintah Indonesia sudah membuat UU No. 7/2006 mengenai Ratifikasi Konvensi Internasional tentang Pemberantasan Korupsi.
“Maka Pemerintah Indonesia harus membuat UU tentang langkah-langkah untuk menjerakan orang, membuat orang takut melakukan tindak pidana korupsi, termasuk cara memiskinkan pelaku korupsi. Tapi sampai sekarang belum ada undang-undangnya. Saya kira, UU itu perlu segera dibuat, sudah terlambat tiga tahun lebih,” kata Mahfud. (Nano Tresna A./mh)