Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) dibentuk sebagai salah satu upaya utuk mengakhiri problema massal yang ketika itu menjadi masalah, yakni Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Hal ini disampaikan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD ketika menyosialisasikan tentang MK, Senin (8/11), di Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan, Gedung Baruga Sangiaseri. Dalam kesempatan itu, Mahfud didampingi oleh Hakim Konstitusi M. Arsyad Sanusi dan Hakim Konstitusi Muhammad Alim dan dihadiri oleh sejumlah tamu undangan dari kalangan Pemprov Sulawesi Selatan dan kalangan militer.
“Dari aspek hukum untuk memberantas KKN tersebut dibentuklah tiga lembaga. Untuk membantu tugas polisi dan kejakasaan dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sedangkan, untuk mengawasi hakim-hakim yang nakal dibentuklah Komisi Yudisial (KY). Untuk melakukan peradilan politik agar hak-hak konstitusional warga negara tidak dilanggar dibentuklah Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi, semula MK dibentuk untuk merespons fenomena KKN,” papar Mahfud.
Dulu, lanjut Mahfud, segala sesuatunya diselesaikan secara politik, sebut saja menurunkan presiden. “Kini semua ditegakkan secara hukum melalui MK. Untuk impeachment presiden kini harus melalui peradilan MK. Begitupula dengan pengujian undang-undang dan sengketa hasil pemilukada, semua menjadi kewenangan MK,” ujarnya.
Hal ini, jelas Mahfud, semata-mata dilakukan untuk menyeimbangkan kerja demokrasi dan nomokrasi. Demokrasi itu pengambilan keputusan berasarkan suara mayoritas. “Oleh karena itu, jika ada hukum yang melanggar Konstitusi, MK bisa membatalkan. Seperti pemilu kepala daerah yang berlangsung secara demokratis, tetapi bertentangan dengan Konstitusi, maka MK bisa membatalkan. Semua ini dilakukan untuk menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia,” jelasnya.
Sementara itu, Hakim Konstitusi M. Arsyad Sanusi menjelaskan bahwa MK juga berwenang dalam menjamin hak-hak setiap warga negara. (Ganie)