Jakarta, MKOnline - Memahami konstitusi dan mengenal lebih dekat Mahkamah Konstitusi (MK) tidak harus selalu dalam ruang perkuliahan ataupun mempelajarinya melalui berbagai literatur. Masyarakat, terutama mahasiswa, dapat langsung berkunjung ke gedung MK untuk mengetahui lebih banyak tentang MK. Dan, inilah yang dilakukan oleh para peserta Pelatihan Advokasi Mahasiswa se-Indonesia 2010 yang digelar oleh Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada Selasa (9/11) sore, di gedung MK.
Bertempat di ruang konferensi pers MK, rombongan berjumlah 38 orang yang sebagian besar berasal dari pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa/BEM se-Indonesia tersebut, mendapatkan kuliah singkat dari Staf Ketua Mahkamah Konstitusi RI, Pan Mohamad Faiz. Pada kesempatan itu, Faiz menyampaikan makalah berjudul “Peran Mahkamah Konstitusi dalam Menjaga Kestabilan Peradilan di Indonesia.”
Mengawali pemaparannya, Faiz, menjelaskan beberapa perubahan dalam struktur ketatanegaraan di Indonesia pasca reformasi (baca: setelah amendemen UUD 1945). Salah satu perubahan itu, menurut Faiz, adalah tidak adanya lembaga tertinggi lagi dalam struktur kelembagaan negara di Indonsesia. Ia mengungkapkan, dengan struktur kelembagaan negara sekarang, telah menegaskan bahwa Indonesia menganut sistem pemisahan kekuasaan.
“Eksekutif sebagai peng-implementasi peraturan perundang-undangan. Legislatif sebagai pembuat UU bersama Pemerintah. Dan, Yudikatif mengadili jika ada sengketa. Dalam hal ini, fungsi penyelenggaraan negara dilaksanakan oleh lembaga-lembaga yang terpisah dengan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi,” paparnya.
Selain itu, kini, menurut Faiz, ‘bandul kekuasaan’ tidak lagi berada pada parlemen (legislative heavy) ataupun Presiden (eksekutif heavy). Namun, lanjutnya, yang terjadi sekarang adalah supremasi konstitusi. “Konstitusi sebagai dasar hukum tertinggi. Kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan sepenuhnya oleh sebuah lembaga negara yaitu MPR, tetapi melalui cara-cara dan oleh berbagai lembaga yang ditentukan oleh UUD 1945,” ungkapnya.
Beberapa implikasi dari hal itu, sambung Faiz, selain lembaga-lembaga tinggi negara berkedudukan sederajat (tidak ada lagi pemegang kekuasaan tertinggi) dan berjalannya prinsip check and balances antar cabang-cabang kekuasaan negara, juga telah mengakibatkan legitimasi lembaga negara semakin kuat serta mewujudkan kekuasaan kehakiman yang lebih merdeka dan bebas dalam menjalankan tugasnya, yakni menegakkan hukum.
Oleh karena itu, menurut Faiz, demokrasi di Indonesia sekarang adalah demokrasi konstitusional, atau dengan kata lain supremasi konstitusional. Di mana, kekuasaan tertinggi sepenuhnya ada pada rakyat namun dilaksanakan sesuai dengan konstitusi (UUD 1945). Dan, dalam rangka itu dibentuklah MK sebagai lembaga peradilan yang berfungsi –salah satunya- sebagai the guardian of the constitution (pengawal konstitusi), agar tidak ada lagi penafsiran konstitusi yang hanya sebagai alat kekuasaan semata. “Inilah rule of the game ketatanegaraan kita,” ujarnya.
Kemudian, ia pun menjelaskan peran MK dalam penegakan hukum di Indonesia. Menurutnya, MK adalah pelopor peradilan modern di Indonesia. Beberapa buktinya: di MK permohonan dapat dilakukan melalui online (e-Filling), adanya sarana video conference untuk persidangan maupun kegiatan-kegiatan akademis, putusan yang diberikan 15 menit setelah dibacakan, video streaming live, dan yang paling penting adalah, saat menggunakan beberapa fasilitas tersebut serta dalam berperkara di MK semuanya tidak dipungut biaya alias gratis! “Karena, pada prinsipnya: tidak ada satupun pintu yang tertutup bagi pencari keadilan atau justice seeker. Kita (baca: MK) akan selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi masyarakat,” tegasnya. (Dodi)