Jakarta, MKOnline - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, ia merasa limbung dan malu saat membaca berita di media cetak bahwa hakim MK disinyalir telah menerima uang suap berdasarkan tulisan pakar hukum tata negara Refly Harun. Hal itu diungkapkan Mahfud dalam acara “B-Jak” Jaktv pada Rabu (3/11) malam.
”Kenapa saya malu mendengarnya? Karena selama ini di antara lembaga penegakan hukum yang ada di Indonesia, yang masih agak terpercaya adalah MK,” kata Mahfud dalam kesempatan itu.
Bahkan sejak Mahfud ditunjuk sebagai Ketua MKRI pada 2008, ia senantiasa mencari tahu berbagai rumor suap di MK. Sampai-sampai ia meminta pihak yang mengetahui adanya suap di MK, agar melaporkan kepadanya dan ia siap memfasilitasinya.“Asalkan orang itu bersedia menyebut nama siapa si penyuapnya, dan mengatakan ‘ini lho hakim’ nya,” kata Mahfud.
Tetapi, lanjut Mahfud, tidak ada seorang pun yang menyampaikan adanya suap di MK sampai ia membaca tulisan Refly Harun di media cetak ibukota bahwa disinyalir hakim MK menerima suap terkait Pemilukada di Papua. Bahwa ada orang yang menyerahkan uang sekian miliar rupiah kepada hakim MK, untuk memenangkan Pemilukada di Papua.
Oleh sebab itu, kata Mahfud, MK menunjuk dan mengangkat Refly sebagai Ketua Tim Investigasi untuk mengusut tuntas kasus dugaan suap di MK. Menurut Mahfud, Refly harus mengungkapkan siapa penyuapnya dan siapa hakim MK yang telah menerima suap.“Kami menunggu jawaban Refly, paling lambat hari Jumat 5 Nopember ini,” tegas Mahfud pada acara itu.
Dikatakan Mahfud lagi, soal isu suap di MK memang sudah sering terdengar, namun tanpa dilandasi bukti yang kuat. Bahkan beberapa hari yang lalu, tutur Mahfud, salah seorang hakim konstitusi bernama Maria Farida Indrati mendapat sms dari Papua yang mengatakan, ‘Bu itu uang yang Rp 15 miliar sudah saya kirim ke Pak Mahfud ...”
“Tapi sesudah dilacak nomor HP orang yang sms Bu Maria itu, tidak ditemukan data dan alamat si pengirim sms. Rupanya itu HP instant,” imbuh Mahfud.
Hal yang mengejutkan lagi, tambah Mahfud, pernah ada salah seorang mahasiswa dari Papua menelepon Mahfud bahwa masyarakat suatu daerah di Papua sudah siap menyambut Mahfud untuk mengantarkan putusan perkara. Artinya, putusan siap diantar, dan nantinya di Papua akan menerima uang suap.
Namun anehnya, masyarakat di sana (Papua) percaya kalau saya akan datang menyerahkan putusan. Padahal itu hanyalah rumor. “Rumor seperti itulah yang sering terjadi,” tandas Mahfud. (Nano Tresna A./mh)