Jakarta, MKOnline - Enam pasangan calon menggugat hasil penghitungan suara Pemilukada Kab. Konawe Utara ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (2/11), di Gedung MK. Kepaniteraan MK meregistrasi permohonan ini dengan nomor 191/PHPU.D-VIII/2010. Pemohon perkara ini, di antaranya Abdul Hamid Basir – Tamrin Pawani, Mustari Muhammad – Nur Sinapoy, Apoda – Kahar, Herry Asiku – Andi Beddu, Hery Hermansyah Silondae – Andi Syamsul Bahri, dan Slamet Riadi – Rudin Lahadi.
M. Fardian Said selaku kuasa hukum pemohon menjelaskan bahwa para Pemohon berkeberatan hasil Pemilukada Konawe Utara yang tertuang dalam Surat keputusan KPU Kabupaten Konawe Utara Nomor 102.5/KPU-Konut/X/2010 tertanggal 14 Oktober 2010. Menurut fardian, telah terjadi banyak pelanggaran administratif maupun pidana Pemilu dalam Pemilukada Kab. Konawe Utara. “Pelanggaran tersebut di antaranya Daftar Pemilih tetap (DPT) yang acak-acakan serta tidak mendasarkan pada DP-4. Hal ini berarti melanggar UU 32/2004 tentang pemerintahan Daerah,” jelasnya
Selain itu, lanjut fardian, banyak ditemukan nama ganda dan pemilih dengan alamat yang sama. Fardian menilai kesemrawutan DPT berpengaruh pada validitas data pemilih yang pada gilirannya berpotensi terjadi penggunaan hak pilih lebih dari satu kali. “Kemudian, penundaaan penetapan pasangan calon yang tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Ada satu pasangan calon nomor urut 5, yakni Sudiro yang menjabat sebagai Sekda, pada waktu mendaftar tidak menyertakan izin dari atasan. Surat izin untuk Sudiro diperoleh setelah pemohon menetapkan pasangan calon. Sudiro saat mendaftarkan diri tidak memenuhi syarat administrasi, maka keputusan termohon tersebut dapat dianggap cacat hukum. Hal ini menyebabkan perolehan suara tidak sah karena sejak awal pendaftaran tidak sah,” paparnya.
Fardian juga mengungkapkan adanya praktik politik uang (money politic) yang dilakukan oleh pasangan calon nomor urut 1 dengan membayarkan PBB masyarakat. “Hal ini terjadi di seluruh kecamatan dan berlangsung sejak 2007 – 2009. Hal ini juga melibatkan sytruktur pemerintahan desa, seperti kepala dusun dengan mengatakan ‘PBB sudah dibayarkan oleh Bapak Aswad Sulaiman (pasangan calon nomor urut 1)’. Praktik politik uang ini memengaruhi pilihan masyarakat terutama asas bebas memilih sesuai hati nurani rakyat,” urainya.
Menanggapi permohonan pemohon, Hakim Konstitusi Harjono meminta agar Pemohon mempersiapkan bukti dan saksi. “Persidangan berikutnya, karena tidak menempuh sidang perbaikan permohonan, maka ketiga dalil pemohon tersebut harus dibuktikan pada persidangan selanjutnya dengan saksi,” terangnya.
Sementara Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi meminta agar Pemohon menstrukturkan ulang permohonannya. “Untuk pelanggaran persyaratan hanya terkait dengan satu orang. Lalu, letak masifnya di mana? Persoalan ini harus dijelaskan. Kemudian pelanggaran DPT juga tidak digambarkan. Anda hanya menyebut kacau-balau saja. Penjelasan Pemohon dalam permohonan terlalu sederhana dalam telaahan saya,” sarannya.
Ketua Panel Hakim Achmad Sodiki memutuskan untuk menuda sidang hingga Kamis, 4 November 2010 dengan mengagendakan mendengar jawaban Termohon dan Pihak terkait serta Pembuktian. (Lulu Anjarsari/mh)