MK Minta Yusril Perbaiki Permohonan
Selasa, 02 November 2010
| 08:14 WIB
Yusril Ihza Mahendra
JAKARTA (Suara Karya): Mahkamah Konstitusi (MK) mengingatkan mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra untuk memperjelas permohonan uji tafsir terhadap ketentuan Pasal (1) angka 26 dan 27 dihubungkan dengan Pasal 65 jo Pasal 116 ayat (3) dan (4) jo Pasal 184 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). "Inti permohonan harus jelas, sehingga dalam mendalilkan apa yang Anda alami pun menjadi jelas pula," kata Ketua Majelis Hakim Harjono dalam sidang perdana uji tafsir berbagai pasal dalam KUHAP antara Yusril Izha Mahendra dan Kejaksaan Agung di gedung MK, Jakarta, Senin (1/11). Menurut Harjono, dalam permohonan yang diajukan Yusril terlalu banyak pasal yang hendak diuji tafsir. "Majelis menyarankan pemohon dapat meringkas pasal yang dimohonkan untuk ditafsirkan," tutur Harjono. Disebutkan, pemohon seyogianya merinci pasal yang dirasakan merugikan dirinya. "Jangan terlalu banyak pasal. Misalnya tentang saksi yang Anda ajukan tidak didengarkan, kalau dikaitkan dengan Pasal 28 ayat (1), apakah ini terkait dengan jaminan, kepastian hukum. Satu persatu itu dapat dijadikan dasar, sehingga hasilnya akan lain, dibandingkan dengan cara borongan," ujar Harjono. Ketua MK Mahfud MD, yang dalam sidang kali ini bertindak sebagai hakim anggota, meminta pula kepada pemohon untuk memperbaiki permohonan selama 14 hari. Pemohon atau "penggugat" KUHAP Yusril Ihza Mahendra, yang saat ini berstatus tersangka terkait kasus korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di Depkeh dan HAM, menyatakan kesiapannya memperbaiki permohonannya itu sebagaimana disarankan majelis hakim MK. Namun, Yusril Ihza Mahendra belum mau menyebutkan saksi yang akan dihadirkannya dalam sidang pleno uji tafsir pasal-pasal KUHAP tersebut selanjutnya. Alasannya, ia khawatir saksi tersebut akan digerilya dan ditongkrongi Kejaksaan Agung sehingga tidak bisa hadir pada hari "H". Yusril juga belum berani menyebut berapa jumlah saksi-saksinya. "Pengalaman ketika uji materiil UU Kejaksaan, saksi atau ahli yang saya umumkan digerilya Kejaksaan Agung. Mereka ditongkrongi hingga tidak bisa datang untuk bersaksi," katanya. Yusril mengajukan uji tafsir berbagai pasal dalam KUHAP lantaran permintaan untuk menghadirkan empat saksi, yakni mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, mantan Wapres Jusuf Kalla, Kwik Kian Gie, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ditampik oleh Plt Jaksa Agung Darmono, Jampidsus M Amari, maupun Kapuspenkum Kejagung Babul Khoir Harahap. Menurut penggugat, tindakan penolakan Kejaksaan Agung tersebut sangat merugikan dirinya karena tidak mendapatkan kepastian, keadilan, dan persamaan di hadapan hukum sesuai dengan UUD 1945. Penolakan Kejaksaan Agung itu sendiri, menurut Yusril, didasarkan atas definisi tentang keterangan saksi yang diatur dalam Pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP. Pasal tersebut menyebutkan bahwa saksi ialah orang yang dapat memberikan keterangan tentang terjadinya peristiwa pidana yang ia lihat sendiri, ia dengar sendiri, dan ia alami. Yusril optimistis keempat saksi tersebut bakal dipanggil Kejaksaan Agung dalam kaitan perkaranya. Sebab, MK diyakininya pula bakal mengabulkan seluruh permohonannya itu. Wilmar P, Suarakarya-online.com