Jakarta, MK Online - “Peringatan Sumpah Pemuda memberi kesempatan kepada kita semua untuk mengisi energi dan ide perjuangan dalam menggelorakan masyarakat, memajukan bangsa, dan menggerakkan negara”. Demikian sepenggal pidato Menteri Pemuda dan Olahraga Andi A. Mallarangeng yang dibacakan oleh Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) Janedjri M. Gaffar ketika memimpin upacara dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda, Kamis (28/10), di halaman Gedung MK.
“Anak-anak muda memang memerlukan identitas yang jelas dan tegas. Memang pula demokrasi memberikan keleluasaan untuk menentukan kumpulannya sendiri. Biarkan jati-diri tumbuh berbeda-beda, seperti saat Kongres Pemuda Kedua tahun 1928 yang pesertanya datang dari bermacam perkumpulan. Tetapi kebhinekaan itu tetap harus dalam kerangka keindonesiaan, Bhinneka Tunggal Ika,” lanjut Janedjri di hadapan seluruh pegawai MK.
Janedjri juga mengungkapkan bahwa masyarakat berperan untuk mengarahkan, menuntun, bahkan menindak tegas apabila sikap kritis dan kreatif anak muda malah berwujud tindakan kekerasan fisik ataupun bentuk-bentuk kekerasan dan anarkis lainnya. “Kita juga mengkritisi sikap kaum muda yang menonjolkan identitas kelompok atau golongan sembari meremehkan, atau malah meniadakan jati-diri kelompok yang dianggap lain. Eratnya ikatan kaum muda karena semangat Bhinneka Tunggal Ika harus bersamaan dengan kecerdasan, kemahiran dan kearifan. Karena hanya dengan itu bangsa dapat mencapai kemajuan dan martabat sebagai bangsa berpengaruh di dunia,” ujarnya.
Dalam upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun 2010 ini, juga dibacakan Putusan Kongres Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 oleh salah satu pegawai MK, Sylvia Yuliani. “Kerapatan lalu mengambil keputusan: Pertama, kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia. Kedua: kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia. Ketiga: kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia,” ucapnya.
Puncak peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-82 pada tahun ini mengambil tema “Bangun Karakter Pemuda demi Bangsa Indonesia yang Maju dan Bermartabat” berpusat di Solo, Jawa Tengah sebagai kota pertama penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) I pada 9 September 1949. (Lulu Anjarsari/mh)