Jakarta, MKOnline - Bertempat diruang kerjanya, Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD, menerima wartawan koran Pelita untuk wawancara, Senin (25/10) siang. “Mau nanya apa? Waktu kita satu jam dari sekarang,” tutur Mahfud mengingatkan, seraya menyapa Yani (wartawan Pelita). Yani datang beserta rekannya, Hikmah (fotografer).
Menurut Yani, wawancara ini bertujuan untuk menggali sosok Mahfud sebagai penegak hukum (atau Ketua MK). Hasil wawancara akan dimuat dalam salah satu rubrik di Pelita. “Penegak hukum yang sering bikin ‘kontroversi’,” kelakarnya.
Dalam wawancara itu, Mahfud menjawab beberapa pertanyaan tentang isu-isu penegakan hukum hingga seputar pribadinya. Diantaranya: tentang kegagalan reformasi hukum di Indonesia, bagaimana dirinya mengelola MK sebagai lembaga peradilan yang –hingga sekarang- dianggap kredibel dan bersih, sampai kepada hubungan Mahfud dengan keluarganya.
Menurut Mahfud, kegagalan reformasi disebabkan oleh gagalnya penegakan hukum dalam hal hukum pidana, terutama penanganan korupsi. “Penanganan terorisme sudah cukup berhasil,“ terangnya. Itu disebabkan, lanjut Mahfud, karena intervensi politik masih sering menggelayuti penyelesaian kasus-kasus korupsi.
Selain itu, Mahfud mengakui, untuk melakukan reformasi serta pembersihan di lembaga-lembaga hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan, ataupun Mahkamah Agung (pengadilan, red)) tidak bisa dalam waktu singkat. “Butuh waktu lama dan sikap yang sungguh-sungguh untuk membersihkan,” ungkapnya. “Karena, kesalahan-kesalahan masa lalu menyandera mereka untuk baik. (Karena) Anda adalah warisan masa lalu.”
Kenapa MK (masih) dianggap bersih hingga sekarang? Mahfud menjawab, karena MK adalah lembaga baru dan jika ada kesalahan bisa langsung ditindak. “Mahfud tidak lebih baik dari Kapolri,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Mahfud menegaskan, jika ada indikasi pelanggaran-pelanggaran hukum di MK, terutama yang berkaitan dengan korupsi, pihaknya akan langsung meminta hal tersebut disampaikan kepadanya. “Tapi, harus disertai bukti-bukti yang kuat,” pesannya.
Selanjutnya Mahfud menjelaskan kiat-kiatnya dalam mengelola MK selama ini. Menurutnya, salah satu prinsip yang telah dia terapkan adalah saling koreksi secara internal, khususnya antar hakim konstitusi. “Ke dalam sering koreksi, saling mengawasi, dan saling tukar informasi,” paparnya.
Guru Besar Hukum Tata Negara UII ini juga menyatakan untuk menjaga kewibawaan MK tidak harus dengan pembawaan yang garang atau angker. Kewibawaan itu, lanjut Mahfud, bukan dari sikap kita yang tidak pernah bercanda. “Tapi integritas,” tegasnya. “Saya kadang bergurau dalam persidangan. Sering saya candain para pihak itu. Kita boleh melakukan itu selama tidak merusak kewibawaan sidang.” (Dodi/mh)