Jakarta, MKOnline - Sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman, Mahkamah Konstitusi (MK), selalu berusaha melakukan yang terbaik bagi para pencari keadilan. Salah satunya, mewujudkan MK sebagai lembaga peradilan yang modern. Beberapa diantara perwujudan hal itu adalah persidangan jarak jauh melalui sarana video conference serta pendaftaran perkara secara on-line atau dengan mengirimkan melalui faximile.
Demikian diutarakan oleh Kepala Bagian Administrasi Perkara MK Muhidin, pada Kamis (21/10) siang, di ruang diklat lt. 8 gedung MK, Jakarta. “MK mencoba memfasilitasi warga negara yang hak konstitusionalnya terlanggar agar tidak terkendala jarak dan waktu,” tutur Muhidin menyambung pemaparannya.
Pada kesempatan itu, Muhidin, menerima rombongan dari Madrasah Aliyah (MA) Li Ulil Albab, Pandeglang yang berkunjung ke MK. “Tujuan kami adalah ingin mengetahui latar belakang, sejarah, tujuan, serta peran MK,” ungkap Kepala Sekolah MA Li Ulil Albab, Nahrul Badri yang saat itu bertindak sebagai moderator.
Selanjutnya, Muhidin menjelaskan secara singkat tentang sejarah MK, struktur kelembagaan negara, visi dan misi MK serta beberapa hal lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas MK selama ini.
Karena rombongan merupakan siswa Aliyah, Muhidin pun mencoba menghubungkan penjelasannya dengan hal-hal yang bernuansa Islam. Menurut Muhidin, Konstitusi atau UUD 1945 selaras dengan nilai-nilai yang dikandung oleh Al-Quran. “Konstitusi itu merupakan penjabaran lebih lanjut dari Al-Quran,” ucapnya. “Oleh karena itu, taatilah Al Quran dan Konstitusi,” Muhidin berpesan.
Selain itu, Muhidin juga memberikan beberapa contoh putusan MK yang mengandung kontroversi. Ia mencontohkan beberapa kasus perselisihan hasil Pemilukada yang ditangani MK, yang ujungnya mengabulkan permohonan Pemohon. Menurut Muhidin, MK, meskipun dalam aturan hanya menyatakan menyelesaikan perselisihan hasil perolehan jumlah suara saja; namun dalam praktiknya, MK, dapat mengadili pelanggaran yang terjadi selama Pemilukada.
“Jika terjadi pelanggaran sistematis, terstruktur, dan masif; kemudian terbukti. Apakah MK akan membiarkannya? Tentu saja tidak, MK harus menegakkan keadilan. Hingga akhirnya, bukan kalkulator yang menjadi sarana pencari keadilan di MK,” tegasnya. “Saranannya apa? Ya konstitusi itu.” (Dodi/mh)