Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian terhadap Pengujian UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, Rabu (20/10), di Gedung MK. Jamil B tercatat sebagai Pemohon dalama perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 63/PUU-VIII/2010 ini.
Dalam pokok permohonannya, Jamil yang tidak diwakili kuasa hukumnya menjelaskan bahwa ia merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 30 serta Pasal 111 ayat (1) dan ayat (2) UU Penyelenggara Pemilu tersebut. Pasal 30 UU menyatakan “Pemberhentian anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf f, dan huruf g didahului dengan verifikasi oleh Dewan Kehormatan atas rekomendasi Bawaslu atau pengaduan masyarakat dengan identitas yang jelas”. Sementara Pasal 111 ayat (1) menyatakan “Untuk memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU dan anggota KPU Provinsi, dibentuk Dewan Kehormatan KPU yang bersifat ad hoc”. Sedangkan Pasal 111 ayat (2) menyatakan bahwa “Pembentukan Dewan Kehormatan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan KPU”.
Jamil menjelaskan bahwa Bawaslu pada tanggal 14 Juli 2010, merekomendasikan pembentukan dewan kehormatan terhadap tiga anggota KPU Kabupaten Toli-Toli, in casu Adam Malik, Yahdi Basmah, Patricia Lamarauna karena diduga melanggar kode etik. “Keputusan tersebut didasari atas kajian dan pengajuan dari Pemohon bahwa ketiga anggota KPU a quo terbukti terkait dengan terbitnya Surat KPU Nomor 320/2010 dan Surat KPU Nomor 20/2010. Setelah rekomendasi a quo diterima KPU, akan tetapi sampai diajukannya permohonan ini, KPU belum merespon dan menindaklanjuti rekomendasi a quo. Padahal berbeda halnya dengan ketika KPU membentuk dewan kehormatan bagi Andi Nurpati pelaksanaannya cepat, sepetinya ada kekeliruan penafsiran dari KPU terhadap Pasal 30 ayat (1), Pasal 111 ayat (1) dan (2),” ujarnya.
Oleh karena itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 30 ayat (1) dan Pasal 111 (1) dan (2) UU No. 22 Tahun 2007 dapat dikualifikasi sebagai conditionally constitutional (konstitusional bersyarat). “Sepanjang semua rekomendasi yang diajukan Bawaslu sesudah putusan Mahkamah a quo dibacakan terkecuali dewan kehormatan terhadap tiga orang anggota KPU Propinsi Sulteng masing-masing bernama Adam Malik, Yahdi Basma, dan Patrisia Lamarauna wajib ditindaklanjuti oleh KPU dengan membuat penetapan pembentukan dewan kehormatan dalam tempo sesingkat-singkatnya,” urainya.
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi M. Arsyad Sanusi mempertanyakan urgensi Pemohon mengajukan permohonannya sementara Pemilukada Kabupaten Toli-Toli sudah berlalu. “Di mana urgensinya Saudara menuntut pembentukan dewan kehormatan kalau Pemilukada sudah selesai? Apa yang Saudar Pemohon persoalkan itu bukan mengenai masalah aplikasi? Problem konstitusinya di mana? Coba direnungkan kembali. Saudara tidak tajam menguraikan kerugian faktual yang Saudara alami,” sarannya.
Sedangkan Hakim Konstitusi Muhammad Alim menjelaskan bahwa permasalahan Pemohon bukan termasuk ke dalam ranah kewenangan MK. “Kalau penerapan pasal yang Saudara mohonkan bukan kewenangan MK. Begitupula mengenai kapan dibentuknya dewan kehormatan bukan wewenang kami,” jelasnya.
Ketua Hakim Panel Ahmad Fadlil Sumadi memberi waktu 14 hari kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. (Lulu Anjarsari/mh)