Jakarta, MKOnline - “Sampai 19 Oktober 2010 pukul 12.36 WIB, saya nyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi bersih seratus persen.” Pernyataan tegas ini dinyatakan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh. Mahfud MD ketika menggelar konferensi pers, Selasa (19/10), di Gedung MK. Konferensi pers yang juga dihadiri tujuh hakim konstitusi beserta Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar ini digelar guna menanggapi berbagai isu mengenai adanya mafia hukum maupun mafia kasus yang disebut-sebut berkeliaran di MK.
“Saya tantang siapapun yang mengindikasikan adanya hakim konstitusi maupun pegawai MK yang terlibat dengan praktik mafia kasus untuk dapat membuktikan secara langsung ke sini (MK, red.). Saya akan tanggung biaya transportasi maupun akomodasi jika siapapun dapat memberikan bukti kepada saya mengenai indikasi tersebut,” tantang Mahfud.
Mahfud mengakui banyaknya isu mengenai mafia hukum/kasus tersebut terutama dengan membanjirnya sengketa Pemilukada yang ditangani MK sejak Mei 2010 lalu. Menurut Mahfud, dari 246 Pemilukada yang digelar pada 2010 ini, sebanyak 198 pemilukada bersengketa di MK. “Hanya 38 pemilukada yang tidak disengketakan ke MK, seperti pemilukada di DIY, Solo, Blitar dan beberapa daerah lainnya. Tetapi yang di luar pulau Jawa, hampir semuanya bersengketa ke MK. Sengketa Pemilukada ini rawan isu mafia kasus, untuk itulah MK perlu menjelaskan isu-isu ini,” paparnya.
Menurut Mahfud, MK secara internal sudah mengadakan penyelidikan untuk membuktikan kebenaran isu tersebut. “Disinyalir ada mafia kasus/hukum di MK yang didefinisikan dari unsur resmi MK, seperti hakim konstitusi maupun panitera. Kami sudah menyelidiki dan memang tidak ada satupun indikasi ke sana,” ujarnya.
Mahfud merasa perlu melakukan klarifikasi atas isu yang berkembang di luar, karena ia menganggap isu tersebut dapat menjadi propaganda yang dapat dipercayai masyarakat sebagai kebenaran jika tidak segera ditanggapi. “Ini seperti paham komunis. Sesuatu yang salah, kemudian tidak dibantah hingga orang jadi percaya,” katanya.
Selain itu, Mahfud menjelaskan banyaknya Pemohon yang tidak mengerti apa-apa ketika berperkara ke MK, seringkali mudah termakan jebakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja, lanjut Mahfud, pemohon perkara dari Teluk Bintuni yang meneleponnya ketika Pemohon tersebut akan mendaftarkan perkaranya ke MK. “’Bapak, saya ada di lantai dasar MK. Ada pegawai Bapak yang meminta uang Rp 15 juta mendaftarkan perkara’ katanya waktu itu. Saya suruh dia ke atas sekalian bawa pegawai yang meminta uang itu. Tapi 15 menit kemudian, Pemohon itu menelepon saya lagi, katanya orang yang minta uang itu sudah kabur. Dan ternyata orang itu bukan pegawai MK, hanya berseragam seperti pegawai MK,” urainya.
Oleh karena itu, lanjut Mahfud, diharapkan Pemohon lebih berhati-hati. “Rumor yang beredar ini bisa disebarkan oleh mereka yang kalah (berperkara, red.) maupun orang-orang yang ingin mengambil keuntungan dari mereka yang sedang berperkara ke MK,” tandas Mahfud. (Lulu Anjarsari/mh)