Jakarta, MKOnline - Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberhentikan dengan hormat atas kemauan sendiri tidak mendapatkan dana pensiun. Hal ini disampaikan oleh Ahli Pemerintah Suryono ketika memberikan keterangan dalam sidang lanjutan terhadap perkara pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Janda/Duda Pegawai (UU Pensiun Pegawai). Sidang mendengarkan keterangan Pemerintah, DPR dan Ahli tersebut digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (18/10), di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 47/PUU-VIII/2010 dimohonkan oleh mantan Pegawai Kesekretariatan Gubernur Kupang, Dominikus Dagang.
Suryono juga menjelaskan bahwa syarat yang terdapat dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a merupakan syarat gabungan yang tidak boleh diambil salah satu. Pasal 9 ayat (1) huruf a UU Pensiun Pegawai menyatakan ”(1) Pegawai yang diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai negeri berhak menerima pensiun pegawai, jikalau ia pada saat pemberhentiannya sebagai pegawai negeri : a. telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun dan mempunyai masa kerja untuk pensiun sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun.”. “Apabila usia 50 tahun tidak dicantumkan dalam dalam pasal tersebut, maka setiap departemen nantinya akan menafsirkan batas usia itu bermacam-macam. Kalau tidak ditegaskan, maka akan menimbulkan kekacauan,” jelasnya.
Menurut Suryono, secara keseluruhan UU Pensiun Pegawai harus dipahami menyeluruh karena UU tersebut termasuk UU yang adil. “Jangankan yang hidup, yang meninggal pun dapat penghargaan seperti yang diatur dalam beberapa pasal di UU Pensiun Pegawai. Akan tetapi, PNS yang diberhentikan secara hormat atas kemauan sendiri yang diakibatkan oleh kesalahan sendiri, tetap tidak bisa mendapat pensiun seperti kasus Pemohon yang telah banyak melakukan pelanggaran disiplin dan sumpah jabatan,” ujarnya.
Sementara itu, Pemerintah mempertanyakan kedudukan hukum Pemohon apalagi Pemohon tidak menguraikan alasan pemberhentiannya. “Pemohon telah diberhentikan secara hormat atas kemauan sendiri pada umur 44 tahun 7 bulan sejak 1984, maka sudah berlangsung hampir 26 tahun lamanya. Apakah Pemohon masih memiliki kedudukan hukum? Apa itu tidak kedaluarsa?” ujar perwakilan Pemerintah.
Hal serupa juga disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir yang mewakili DPR. Menurut Nudirman, tidak ada kerugian konstitusional yang dialami Pemohon atas berlakunya pasal yang diujikan. “alasan konstitusional Pemohon tidak relevan,” paparnya.
Salah satu Majelis Hakim, yakni Hakim Konstitusi Harjono mempertanyakan mengenai potongan 10% dari gaji PNS yang seharusnya diperoleh Pemohon. “Bukankah ada potongan 10% untuk Asuransi Kesehatan (Askes), Tabungan Pensiun (Taspen), dan Dana Jaminan Hari Tua dari setiap PNS. Bukankah seharusnya Pemohon mendapatkan hak itu walaupun diberhentikan secara terhormat?” tanyanya.
Pihak Terkait dari Pemerintah mewakili PT Tabungan Pensiun mengungkapkan bahwa sesuai dengan Peraturan Menkeu Nomor 71/2008, dua dari tiga hal tersebut akan diberikan kepada Pemohon dengan mengajukan beberapa persyaratan.
Dalam permohonannya, Pemohon mendalilkan bahwa hak konstitusionalnya terlanggar akibat berlakunya Pasal 9 ayat (1) huruf a UU Pensiun Pegawai.Dominikus menjelaskan bahwa dirinya telah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) selama 24 tahun 7 bulan. Menurut Dominikus, pasal tersebut melanggar hak konstitusionalnya yang dijamin dalam UUD 1945 terutama Pasal 27 Ayat (2) dan Pasal 28D Ayat (2). (Lulu Anjarsari/mh)