Jakarta, MKOnline - Mahasiswa Magister Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL) menyambangi gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (18/10) pagi. Mereka diterima oleh Hakim Konstitusi Harjono di Ruang Konferensi Pers lt. 4 Gedung MK.
Tujuan dari kunjungan tersebut, menurut salah satu peserta rombongan, adalah dalam rangka pengembangan wawasan akademis dan keahlian hukum bagi para mahasiswa, khususnya pada program Magister Hukum di UBL.
Pada pertemuan itu, para peserta kunjungan mendapat kuliah singkat dari Harjono. Dalam paparannya, Harjono, menjelaskan tentang sejarah perubahan Undang-Undang Dasar 1945 hingga kemunculan MK sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman di Indonesia.
“Pada saat itu, Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 tidak cocok lagi. Akhirnya kita ubah. Kedaulatan dilaksanakan menurut UUD. Konsekuensinya adalah kedaulatan harus diakui, tapi pelaksanaannya tidak bisa seenaknya saja. Harus ada tata cara serta batas-batasnya dalam konstitusi,” tutur Harjono.
Lantas demokrasi apa yang ada di Indonesia sekarang? Tanya Harjono seraya menyambung penjelasannya. Menurutnya, demokrasi di Indonesia memiliki dua tahap. Pertama, melalui demokrasi langsung, dan kedua, demokrasi perwakilan. “Demokrasi langsung memilih melalui Pemilu, sedangkan demokrasi perwakilan melalui pilihan kita itu (DPR dan Presiden-red) yang berinteraksi dalam satu forum untuk membahas politik hukum kedepan, dalam Undang-Undang,” paparnya.
Selanjutnya, menurut Harjono, seluruh (aturan) hukum itu harus ada sistem penegakannya. Jika tidak, lanjutnya, aturan hanya akan berisi himbauan-himbauan saja. “Penegakannya harus penegakan hukum, bukan penegakan politik,” tegasnya.
Oleh karena itu, dalam hal ada persoalan atau pertentangan antara Undang-Undang sebagai produk politik legislator dengan Konstitusi, maka dibutuhkan lembaga hukum yang mengadilinya. ”Inilah peran Mahkamah Konstitusi, sebagai peradilan tata negara,” cetusnya.
“MK bukan mengadili DPR atau Presiden, melainkan produknya. Yakni UU yang ‘ditelorkan’ oleh kedua lembaga tersebut. MK mengadili hukum yang mengikat pada masyarakat,” terang Harjono mengingatkan. (Dodi/mh).