Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK ) memutuskan untuk menolak seluruh permohonan atas pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Jabatan Notaris). Demikian amar putusan Nomor 52/PUU-VIII/2010 yang dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD didampingi oleh enam hakim konstiusi lainnya, Jumat (15/10), di ruang Sidang Pleno MK. Perkara ini dimohonkan oleh Anthony Saga Widjaja.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon mempersoalkan ketentuan mengenai usia pensiun seorang notaris yang menurut Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) UU Jabatan Notaris yakni setelah seorang notaris berusia 65 tahun dan dapat diperpanjang selama dua tahun sehingga maksimal berusia 67 tahun yang menurut Pemohon ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 28A UUD 1945. Menurut Pemohon, selama seseorang masih sehat rohani dan jasmani semestinya dapat diperpanjang masa baktinya supaya dapat mencari penghidupan dari pekerjaannya.
Mahkamah dalam pendapatnya menjelaskan soal usia pensiun, atau berakhirnya masa jabatan, semua instansi telah diatur masing-masing dengan peraturan perundang-undangan. Hakim Konstitusi berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi diberhentikan bila telah berakhir masa jabatannya selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. “Hakim Agung berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung pensiun setelah berusia 65 tahun dan dapat diperpanjang paling lama dua tahun sehingga maksimal berusia 67 tahun. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung ditentukan Hakim Agung pensiun dalam usia 70 tahun,” ujar salah satu hakim konstitusi.
Selain itu, usia pensiun Jaksa dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 59 dalam Pasal 12 huruf c menentukan, “c. Telah berumur 58 (lima puluh delapan) tahun dan 60 (enam puluh) tahun bagi Kepala Kejaksaan Tinggi dan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi atau jabatan yang dipersamakan dengan Kepala Kejaksaan Tinggi atau Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi”. Kemudian usia pensiun jaksa tersebut diubah oleh pembentuk undang-undang. Menurut Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, usia pensiun Jaksa adalah 62 (enam puluh dua) tahun.
“Merujuk kepada aturan yang dipertimbangkan di atas, Mahkamah berkesimpulan bahwa ketetapan pembentuk undang-undang mengenai batas usia pensiun seseorang pejabat adalah suatu kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang berapa pun usia pensiun yang ditetapkan tidak dapat dikategorikan sebagai ketentuan yang tidak konstitusional. Menurut Mahkamah, soal perubahan usia pension seorang pejabat adalah ranah legislative review, seperti halnya perubahan usia Hakim Agung dari 65 tahun atau 67 tahun menjadi 70 tahun atau usia pension Jaksa dari 58 tahun atau 60 tahun menjadi 62 tahun sebagaimana dipertimbangkan di atas, bukan ranah judicial review,” jelas salah satu hakim konstitusi.
Dalam konklusi yang dibcakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD, Mahkamah menyimpulkan Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk bertindak selaku Pemohon dalam perkara ini. “Permohonan Pemohon tidak beralasan hukum,” tandasnya. (Lulu Anjarsari/mh).