Jakarta, MKOnline - Selepas sidang pembacaan putusan terkait pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan Undang-Undang Nomor 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-Barang Cetakan Yang Mengganggu Ketertiban Umum, Rabu (13/10), Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD menerima beberapa wartawan di ruang kerjanya. Dalam putusannya, Mahkamah mengabulkan sebagaian permohonan Pemohon.
Dalam wawancara singkat itu, Mahfud menyatakan, dampak dari putusan tersebut terhadap proses banding di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang sedang ditempuh Pemohon adalah tergantung kepada PTUN yang bersangkutan. Karena, lanjut Mahfud, hal itu sudah menyentuh kepada kasus konkrit yang bukan kewenangan dari MK lagi. Menurutnya, MK hanya menguji normanya saja.
”Yang pasti putusan ini erga omnes (mengikat kepada seluruh orang, tidak hanya para pihak saja-red). Kami tidak mempertimbangkan hubungannya dengan kasus-kasus lain,” ungkapnya. ”Soal di lapangan silahkan ditafsirkan para pihak. Silahkan saja, itu kasus konkrit,” tegasnya.
Kemudian, Mahfud melanjutkan, MK hanya membatalkan UU Nomor 4/PNPS/1963 saja karena UU inilah yang memberikan kewenangan kepada Jaksa Agung untuk melakukan pelarangan ataupun penyitaan terhadap barang cetakan. Sedangkan, UU Kejaksaan hanya mengatur tentang pengawasan. ”Sedangkan pengawasan itu tidak diartikan pelarangan atau penyitaan,” paparnya. ”Itu hanya tafsir Pemohon saja,” jawab Mahfud saat ditanya kenapa Pasal 30 Ayat (3) huruf c UU Kejaksaan terkait frasa ’pengawasan’ tidak dibatalkan oleh MK.
Menurut Mahfud, pelarangan ataupun penyitaan masih dapat dilakukan. Akan tetapi, lanjutnya, harus melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan sesuai dengan aturan yang telah ada, misal KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). ”Intinya, harus ada kepastian. Jangan menggantung. Boleh dilarang asal melalui due process of law,” tutupnya. (Dodi/mh)