Jakarta, MKOnline - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dianugerahi “KAHMI Award” berkat dedikasi, prestasi dan kinerja yang dicapainya dalam upaya penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Pemberian penghargaan itu diberikan pada Selasa (12/10) malam di Grand Sahid Jaya Hotel, bertepatan Peringatan 44 Tahun KAHMI (Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam). Selain Mahfud MD, Sylviana Murni selaku Walikota Jakarta Pusat, juga menerima penghargaan yang sama.
Dalam kesempatan itu, Mahfud menyampaikan Orasi Kebangsaan dengan topik “Hakikat Bernegara adalah Berkonstitusi”. Dikatakan Mafud, kalau kita ingin bernegara dengan benar, aman, tenteram dan selamat, hendaknya mentaati ketentuan-ketentuan yang ada dalam konstitusi pada segala aspek kehidupan dan bernegara.
“Konstitusi sebenarnya merupakan kontrak sosial, politik, ekonomi dan segala hal yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa, yang sepakat mendirikan negara Indonesia,” tambah Mahfud.
Lebih lanjut Mahfud menjelaskan, kalau kita hidup bernegara, terdapat empat pilar yang harus diperhatikan. Pilar pertama adalah Pancasila, bahwa kita harus hidup ber-Pancasila. Pilar kedua adalah UUD 1945. Sedangkan pilar ketiga adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kemudian sebagai pilar keempat adalah keberagaman atau Bhinneka Tunggal Ika.
“Selanjutnya, empat pilar dalam bernegara itu digali lagi maknanya. Hasilnya, ada 4 hal sebagai penggalian makna empat pilar tersebut. Hal pertama, siapa pun orangnya, apa pun jabatannya mempunyai kewajiban untuk menjaga keutuhan dan kesatuan NKRI. Tidak boleh ada satu tindakan apa pun yang dapat merusak integrasi,” ujar Mahfud pada acara yang juga dihadiri Ketua MPR Taufik Kiemas, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, serta tokoh lainnya seperti Fahmi Idris, Fuad Bawazier.
Hal yang kedua, lanjut Mahfud, kita membangun negara ini berdasarkan demokrasi yang harus diimbangi dengan nomokrasi atau kedaulatan hukum. Karena menurut pemikir terkenal, Aristoteles, demokrasi itu seringkali melahirkan demagog-demagog atau pembohong maupun para narsis. Oleh sebab itu harus diimbangi dengan aspek hukum.
“Maka, cara-cara pengambilan keputusan yang demokratis namun melanggar hukum, itu bisa dibatalkan oleh proses hukum,” tegas Mahfud.
Hal yang ketiga, sambung Mahfud, bahwa negara dan masyarakatnya berkewajiban membangun keadilan sosial, kesejahteraan masyarakat, tidak boleh hidup terlalu individualistik atau mementingkan diri sendiri. Sedangkan hal yang keempat, toleransi beragama, yang diatur dalam UUD 1945 maupun Konvensi Internasional.
“Negara kita bukanlah negara agama, sehingga tidak dapat memberlakukan hukum agama. Selain itu, negara melindungi kehidupan beragama, bukan memberlakukan agama. Inilah yang disebut toleransi beragama,” imbuh Mahfud. (Nano Tresna A./mh)