Jakarta, MKOnline - Disela-sela waktu senggangnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh. Mahfud MD, pada Minggu (10/10) sore, menerima beberapa wartawan untuk melakukan wawancara. Di sore yang cerah itu, Mahfud tampil dengan busana batik hijau tua, celana hitam dan sepatu pantovel: terlihat resmi. Dengan santai ia menjawab satu persatu pertanyaan para wartawan.
Saat itu, ada dua tim wartawan yang melakukan wawancara. Yang pertama, dari Majalah Al Wasathiyyah terbitan The International Center for Islam and Pluralism. Dan, yang kedua, dari rumah produksi Asikin AJA yang akan ditayangkan di Alif TV untuk program acara “Yang Terpilih”.
“Wawancara ini untuk menjelaskan secara sederhana tentang konstitusionalisme dan demokrasi kepada masyarakat, khususnya pada kalangan pesantren,” ungkap salah satu wartawan Al Wasathiyyah.
Dalam wawancara tersebut, Mahfud menjelaskan tentang konstitusionalisme, demokrasi dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). Beranjak dari sisi filosofis, sejarah hingga penerapannya di Indonesia dewasa ini. Menurutnya, konstitusionalisme secara sederhana adalah pembatasan kekuasaan negara. Dan, salah satu batas tersebut adalah HAM. “Kekuasaan negara adalah residu dari HAM, bukan sebaliknya” ungkapnya.
Kemudian, salah satu pertanyaan yang menggelitik adalah bagaimana pandangan Mahfud, sebagai ‘jebolan’ pesantren, terhadap isu radikalisme yang tumbuh dikalangan pesantren akhir-akhir ini. Mahfud dengan tegas membantah hal itu. Di pesantren, lanjut Mahfud, seperti yang pernah dia alami, tidak pernah dididik untuk berpikir radikal atau ekstrim. Malah, sehari-hari sangat menghormati perbedaan. “Tapi dulu, hal itu tidak dibahas secara akademis seperti sekarang. Tapi dilaksanakan dalam kehidupan,” tegasnya.
Selanjutnya, setelah wawancara pertama usai, Mahfud melanjutkan pada wawancara yang kedua. Untuk wawancara yang kedua ini, Mahfud diwawancara sebagai tokoh yang berperan penting dalam dinamika hukum dan sosial di Indonesia. Wawancara pun berlangsung dalam beberapa scene dengan mengambil spot sekitar rumah dinas Mahfud di bilangan perumahan pejabat negara Jalan Widya Chandra, Jakarta.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan saat itu berkisar tentang pribadi Mahfud: dari masa kecil, serta beberapa pengalaman hidupnya sampai kini sebagai Ketua MKRI. “Kata Bapak saya: teladanilah Nabi Sulaiman yang memilih ilmu, bukan harta maupun kekuasaan,” tutur Mahfud saat menjawab pertanyaan tentang apa petuah bijak yang paling bermakna dalam hidupnya. “Itulah yang saya pegang hingga saat ini.” (Dodi/mh)