Jakarta, MKOnline - Dengan pertimbangan salah objek (error in objecto), MK menyatakan PHPU Teluk Wondama, Papua Barat, tidak dapat diterima. Putusan ini dibacakan Jumat (8/10/2010) oleh tujuh hakim konstitusi, minus Akil Mochtar dan Hamdan Zoelva.
Perkara No.173/PHPU.D-VIII/2010 dimohonkan oleh Bernadus A. Imburi-Adolf Viktor Betay, pasangan cabup-cawabup Teluk Wondama. Keduanya merasa kemenangan pasangan Alberth H. Torey-Zeth B. Marani sarat dengan kecurangan.
Pemohon mendalilkan Termohon tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 38 ayat (1) huruf e yang berbunyi, ”Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter”, juncto Pasal 38 (2) Kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi huruf h yang berbunyi “Surat pernyataan tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dilampiri dengan hasil Tes Narkoba yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa Kesehatan yang ditetapkan oleh KPUD sebagai bukti pemenuhan syarat Calon sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) huruf i”.
Selain itu, Pemohon juga menganggap Temohon telah meloloskan Pihak Terkait sebagai calon pasangan peserta Pemilukada nomor urut 1 tanpa ada hasil pemeriksaan kesehatan bebas narkotika. Dalil lainnya, Termohon dipandang tidak profesional dan tidak cermat serta berkolusi dengan Pasangan Calon Nomor Urut 1. Berikutnya, Termohon diklaim telah dengan sengaja tidak melakukan fungsinya sebagai Pelaksana Pemilukada sesuai dengan Pasal 38 ayat (1) huruf j yang berbunyi, “Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan/ atau secara badan hukum yang menjadi tanggung-jawabnya yang merugikan keuangan Negara”.
Mengenai anggaran dana kampanye tidak pernah diumumkan oleh Termohon, juga dipermasalahkan Pemohon. Kelolosan Pihak Terkait yang juga incumbent dalam Pemilukada ini disoal juga dari sisi mekanisme Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) sebagai Bupati selama kepemimpinan-nya dari tahun 2005-2010. Untuk memperkuat dalil-dalilnya, Pemohon melampirkan 44 bukti tertulis (P1 hingga P44).
MK sendiri dalam pertimbangan hukumnya melihat Pemohon pada tanggal 30 September 2010 atau setelah selesainya persidangan pembuktian lanjutan telah menyampaikan perbaikan (perubahan) permohonan. Terhadap perubahan permohonan tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa perubahan permohonan yang diserahkan setelah selesainya pemeriksaan perkara a quo dan/atau diserahkan setelah Termohon dan Pihak Terkait menyampaikan jawaban adalah tidak relevan untuk dipertimbangkan. Menurut MK, perubahan permohonan a quo harus dikesampingkan.
“Eksepsi Termohon dan Pihak Terkait tentang objek sengketa permohonan beralasan hukum, kedudukan hukum (legal standing), tenggang waktu pengajuan permohonan, dan pokok permohonan Pemohon tidak perlu dipertimbangkan,” kata Mahfud MD dalam konklusi putusan MK. (Yazid/mh)