Jakarta, MKOnline - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menerima 6 anggota Komnas Perempuan pada Rabu (6/10) di ruang kerjanya. Tujuan kedatangan mereka adalah untuk menanyakan perihal dan dampak negatif dengan ditolaknya uji materi UU Pornografi dan UU PNPS beberapa waktu yang lalu.
“MK tidak memiliki kewenangan dalam pengaturan di lapangan, termasuk implikasinya di lapangan. Karena masalah itu bisa dilaporkan ke pengadilan lain seperti pengadilan negeri ataupun pengadilan tinggi, jadi bukan kewenangan MK,” jelas Mahfud yang didampingi Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Sekjen MK Janedjri M. Gaffar.
Bagaimanapun, lanjut Mahfud, kewenangan utama MK adalah menguji UU dalam tatanan norma, bukan implikasi yang terjadi di lapangan. Selain itu, MK berwenang memutus sengketa antara lembaga negara, sengketa hasil pemilu, memutus pembubaran partai politik dan wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden yang diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan maupun tindak pidana berat lainnya
Sementara itu Hakim Maria menambahkan, MK tidak berwenang menangani masalah constitutional complaint. Selain itu MK memperbolehkan adanya pengujian terhadap undang-undang yang pernah diujikan sebelumnya, sepanjang Pemohon dapat mengajukan alasan dan pendapat yang berbeda.
“Meski sebuah undang-undang sudah diuji, kalau ada alasan lain dan batu ujinya berbeda, masih bisa undang-undang itu diuji kembali. Pernah dulu ada UU Pemda yang sudah diuji materi, lalu diuji kembali, hal itu bisa saja dilakukan,” tambah Mahfud.
Dalam kesempatan itu, pihak Komnas Perempuan sempat menanyakan keberadaan Ahmadiyah di Indonesia, terkait maraknya aksi kekerasan yang mengatasnamakan UU Penodaan Agama. Pihak Komnas Perempuan prihatin dengan menguatnya kelompok opresif semacam itu. (Nano Tresna A.)