Jakarta, MKOnline - Sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Keerom kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (5/10), di Ruang Sidang Panel MK. Perkara yang teregistrasi Kepaniteraan Mk dengan Nomor 180/PHPU.D-VIII/2010 ini dimohonkan oleh pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Keerom, Celcius Watae dan Marsudi.
Dalam sidang yang mengagendakan mendengarkan jawaban Termohon dan Pembuktian, Majelis Hakim Panel yang terdiri dari M. Arsyad Sanusi sebagai Ketua Hakim Panel serta Muhammad Alim dan Maria Farida Indrati sebagai Anggota Hakim Panel, meminta klarifikasi isu terkait perkara ini. “Katanya di Papua sana, tersebar berita kalau sudah keluar Putusan MK atas perkara ini yang memenangkan Pemohon. Pemohon dikatakan sudah mengeluarkan uang Rp 20 Miliar untuk dibagikan kepada kuasa hukum dan hakim konstitusi untuk memenangkan perkara ini. Benar itu?” tanya Arsyad.
Kuasa hukum Pemohon Heru Widodo menjelaskan baru mendengar isu tersebut, sementara kuasa hukum KPU Budi Setianto membenarkan adanya isu tersebut. “Kami mendengar berita RRI Jayapura bahwa perkara ini sudah diputuskan oleh MK. Lalu, kami klarifikasi sebelum terbang ke sini kalau hari selasa ini saja, sidang baru memasuki sidang kedua,” urainya.
Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mengingatkan kepada pihak yang berperkara bahwa hal serupa pernah terjadi di MK dengan mengatasnamakan Ketua MK Moh Mahfud MD. “Waktu itu juga dari Papua, Pemohon disuruh mentransfer uang Rp 85 juta ke nomor rekening orang yang mengaku-ngaku sebagai Ketua MK agar perkara Pemohon bisa dimenangkan MK. Pemohon, Termohon dan Pihak Terkait harus hati-hati,” imbaunya.
KPU Kabupaten Keerom sebagai Termohon serta Pihak Terkait Yusuf Wally-Muh. Markum menyerahkan jawaban atas dalil-dalil Pemohon dalam bentuk tertulis. Kuasa hukum Pemohon, Heru Widodo menjelaskan Pemohon menghadirkan 28 saksi untuk menguatkan dalil Pemohon.
Dominika Takor, salah satu saksi Pemohon, menerangkan bahwa dirinya mendengar langsung pernyataan Ketua KPU Kabupaten Keerom Aloysius Renwarin tentang Pemilukada Kabupaten Keerom. “Pak Aloysius mengatakan di depan masyarakat adat Keerom yang sedang mengadakan demo damai. Ketua KPU Kabupaten Keerom bahwa pemilukada berlangsung tanggal 2 September cacat hukum.,” ujarnya.
Pernyataan Dominika tersebut dibantah oleh Aloysius Renwarin yang hadir dalam persidangan. Menurut Aloysius, pernyataannya tersebut masih berkelanjutan. “Saat itu saya menyatakan kepada masyarakat adat, ‘kalau kalian tidak puas dan menganggap Pemilukada Keerom cacat hukum, silakan lanjutkan dan proses ke Kepolisian’,” jelasnya.
Tak hanya itu, Dominika juga mengalami intimidasi dari KPU Kabupaten Keerom untuk menandatangani berita acara rekapitulasi. “Ibu Pupu (salah satu anggota KPU Kabupaten Keerom, red.) memaksa saya tanda tangan, jadi saya tanda tangan. Tapi kemudian saya minta tanda tangan saya dihapus karena saya dipaksa, tetapi malah dibilang ‘sudah nanti kita urus di pengadilan’,” urainya.
Menanggapi pernyataan Dominika, Pupu menjelaskan bahwa KPU Kabupaten Keerom tidak pernah memaksa para ssaksi untuk menandatangani berita acara rekapitulasi. “Saudara Dominika ini yang justru mengikuti saya sampai di rumah dan meminta saya menghapus tanda tangannya. Tapi saya menolak, lalu saya bilang biar diurus di pengadilan saja. Saudara Dominika ini justru sempat memberikan saya ‘uang pulsa’,” paparnya.
Beberapa saksi Pemohon juga memaparkan mengenai kesehatan Pihak Terkait, Yusuf Wally sebagai salah satu pasangan calon yang dinilai tidak memenuhi persyaratan. Salah satunya adalah Martinus Korme. Martinus menjelaskan bahwa Yusuf Wally pernah kolaps beberapa kali. “Waktu kampanye di Distrik Waris, beliau jatuh sampai harus dibawa ke rumah mantan kepala distrik,” katanya. (Lulu Anjarsari/mh)