Jakarta, MKOnline - Sidang pendahuluan perkara nomor 179/PHPU.D-VIII/2010 dan 181/PHPU.D-VIII/2010 digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (29/9) di ruang sidang panel di gedung MKRI. Panel Hakim dalam persidangan: M. Arsyad Sanusi (Ketua Panel) beserta Muhammad Alim dan Maria Farida Indrati (anggota). Perkara ini terkait dengan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah di Kab. Waropen.
Tampak hadir dalam persidangan, Pemohon Prinsipal perkara nomor 179, Nehemia Rumayomi beserta kuasanya. Sedangkan pasangannya, calon wakil bupati Oktofianus Edwar Tebai, tidak hadir dalam kesempatan itu. Hadir pula Pemohon Prinsipal perkara nomor 181, pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati, Hendrik Wonatorey-Dorus Walkum. Mereka datang tanpa kuasa hukum. Sebagai Pihak Terkait, pasangan calon terpilih, Yesaya Buinei-Yermias Bisai, diwakili oleh para kuasa hukumnya.
Adapun dalam persidangan itu, terungkap adanya permasalahan dengan Termohon (Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Waropen), yakni terkait adanya dua struktur KPU yang merasa sama-sama sah sebagai KPU Waropen. Ada dua ‘kepengurusan’ yang mengklaim diri sebagai KPU Waropen: yang pertama, diketuai oleh Melina KK Wanatore (KPU lama) dan yang kedua, diketuai oleh Kristison Mbaubaderi (KPU Pergantian Antar Waktu/PAW).
Hal itu terjadi, menurut Kuasa Hukum KPU PAW Misbahudin Gasmar, karena adanya Pergantian Antar Waktu (PAW) terhadap KPU lama dengan terbitnya Surat keputusan (SK) oleh KPU Papua. Keluarnya surat tersebut, menurutnya, didasari atas adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPU lama.
“(KPU lama-red) oleh KPU Pusat dan KPU Provinsi dianggap telah melanggar kode etik sehingga keluar surat PAW ini. Ini dikarenakan ada salah satu pasangan calon yang dirugikan, yakni pasangan calon Ones J Ramandey dan Zet Tanati, yang kemudian menggugat ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Dan, kemudian mereka dimenangkan oleh PTUN. Yang akhirnya keluarlah rekomendasi dan surat pemberhentian ini,” papar Misbahudin kepada Majelis Panel.
Namun, terhadap penjelasan tersebut, kuasa hukum KPU lama membantahnya. Menurutnya, merekalah yang berhak hadir di persidangan MK kali ini, karena mereka adalah KPU yang menyelenggarakan seluruh tahapan pemilukada yang diikuti oleh para Pemohon hingga terpilihnya Pihak Terkait. Serta, lanjutnya, sampai hari ini pihaknya tidak ada menerima SK yang dimaksudkan oleh KPU PAW tersebut.
“Kami adalah KPU yang menyelenggarakan Pemilukada di Waropen pada tanggal 25 Agustus 2010 kemarin. Sampai saat ini, klien kami, KPUD Kab. Waropen tidak pernah menerima surat apapun terkait pemberhentian ataupun pe-nonaktifan klien kami,” tegas kuasa hukum KPU lama.
Terhadap permasalahan tersebut, menurut Ketua Panel Hakim M. Arsyad Sanusi, sebaiknya diselesaikan oleh internal KPU sendiri. “Sebaiknya diselesaikan ditingkatan KPU Pusat ataupun KPU Provinsi,” sarannya. Bahkan, tidak hanya itu, menurut Arsyad, demi lancarnya persidangan, kedua belah pihak (KPU lama dan KPU PAW) ‘untuk sementara’ seharusnya bergabung terlebih dahulu untuk menghadapi gugatan para Pemohon. Namun, usulan ini kurang ditanggapi baik oleh para Termohon, khususnya oleh KPU PAW.
Terlebih lagi, Arsyad sangat menyayangkan, ‘hanya’ karena permasalah formal itu, malah mengenyampingkan hal yang lebih substansi. Yakni, terancam hilangnya hak konstitusional warga negara (rakyat) yang telah memberikan suaranya dalam pemilukada pada tanggal 25 Agustus 2010 yang lalu.
“Ada 12 ribuan suara yang telah memberikan suara,”tegas Arsyad. Oleh karena itu, dalam persidangan selanjutnya, Panel Hakim akan menghadirkan KPU Pusat dan KPU Provinsi Papua untuk didengarkan keterangannya terkait permasalahan ini.
Pokok Permohonan
Pada kesempatan itu pula, para Pemohon mengungkapkan pokok-pokok permohonannya. Pada intinya, para Pemohon mengungkapkan adanya pelanggaran administratif maupun pidana selama penyelenggaraan pemilukada. Untuk perkara nomor 179, dalam pokok permohonannya mengungkapkan: adanya intimidasi, pencoblosan surat suara yang tidak sesuai aturan, nokem serta money politic. Hampir sama dengan permohonan tersebut, Pemohon perkara nomor 181 mendalilkan diantaranya: adanya money politic, konspirasi dalam pemilukada, tidak diterimanya form C1, dan mobilisasi massa.
Untuk sidang berikutnya, akan digelar Selasa (5/10) pukul 13.00 WIB di ruang sidang MKRI. (Dodi/mh)