Jakarta, MKOnline - Perselisihan Hasil Pemilukada Kab. Teluk Wondama, Papua Barat, sampai juga ke MK. Sidang pendahuluannya perkara yang teregistrasi No. 173/PHPU.D-VIII/2010 ini digelar Kamis (23/9/2010) dan dimohonkan oleh Bernardus A Imburi-Adolf Victor Betay sebagai pasangan cabup-cawabup Teluk Wondama.
Pemohon didampingi Marsaulina Manurung, Herlina Hutahayan, dan Bachtiar Sitanggang sebagai kuasa hukumnya. Sidang juga menghadirkan ketua dan anggota KPU Teluk Wondama. Sementara Pihak Terkait belum hadir dalam sidang pendahuluan ini.
“Kami terangkan bahwa Pemilukada yang digelar 1 September 2010 kemarin penuh dengan kecurangan. Sepertinya ada konspirasi politik antara Termohon (KPU) dan Pihak Terkait,” tutur Pemohon mengawali penjelasan permohonannya.
Beberapa hal yang dipersoalkan Pemohon adalah tidak diberikannya lapiran model DB1-KWK. “Lampiran tersebut tidak pernah diberikan hingga sidang ini digelar,” kata Marsaulina. Soal lain adalah mengenai DPT. Menurut Pemohon, DPT yang digunakan dalam pemilukada kemarin adalah DPT Pilpres dan belum pernah dilakukan validasi.
Pemohon juga menuturkan tidak diperolehnya berita acara hasil perolehan suara. “Kami hanya memeroleh 37 berita acara, sisanya sebanyak 51 berita acara tidak pernah kami dapatkan,” keluh Pemohon. Lalu, Pemohon juga mengungkap adanya penyelewengan APBD. “Saat kampanye, APBD sebagai uang rakyat dibagi-bagikan kepada kades dan PNS, berupa sepeda motor, uang, beras, dll,” urai Pemohon lagi.
Mendengar uraian Pemohon, Hakim Panel yang diketuai Achmad Sodiki dengan Ahmad Fadlil Sumadi dan Harjono sebagai anggota, memberikan nasehat dan masukan. “Harus ada kejelasan permohonan, jangan memakai kata-kata ‘sepertinya’, ‘terindikasi’, dan semacamnya karena itu maknanya belum pasti,” kata Fadlil. Pemohon memang sempat menyampaikan kata-kata tersebut dalam penjelasan permohonannya.
Hakim Fadlil Sumadi juga menasehati agar ada keterkaitan antara permohonan dengan legal standing Pemohon, juga keterkaitan dengan kewenangan MK. “Susunan permohonannya harus menjelaskan legal standing Pemohon sebagai apa, dan kewenangan MK itu apa,” jelas Fadlil. Hakim Konstitusi yang diusulkan oleh Mahkamah Agung ini juga menyorot adanya fakta yang terlalu acak. “Hakim susah menilai, karena itu kontennya supaya ditata ulang,” lanjutnya.
Nasehat senada juga disampaikan Hakim Harjono. “Pemohon kan intinya ingin meyakinkan hakim. Kalau begitu, buatlah (permohonan) sesistematis dan selogis mungkin biar hakim yakin,” tutur Harjono. Ia melihat, susunan permohonan belum sistematis dan berurutan. (Yazid/mh)