Jakarta, MKOnline - Dalam sidang perdana pemeriksaan perkara Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kab. Bandung dengan nomor Perkara 167/PHPU. D-VIII/2010 – pada Rabu (22/9) di ruang Sidang Panel Mahkamah Konstitusi (MK) terungkap berbagai pelanggaran selama berlangsungnya Pemilukada Kab. Bandung. Gugatan ini dimohonkan oleh H. Deding Ishak dan Siswanda H. Sumarto sebagai pasangan calon bupati dan wakil bupati no. urut 4 Kab. Bandung Periode 2010-2015.
Pada pokok permohonan Pemohon, dinyatakan keberatan terhadap Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Termohon (KPU Kab. Bandung), sebagaimana terdapat dalam Berita Acara Rapat Pleno KPU Kab. Bandung pada 6 September 2010 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara di KPU Kab. Bandung mengenai Pemilukada Kabupaten Bandung 2010.
Menurut Pemohon, selama berlangsungnya Pemilukada telah terjadi pelanggaran money politics secara masif oleh pasangan calon no. urut 7 atas nama H. Dadang Mohamad Naser dan Deden Rukman Rumaji. Secara konsepsional pengertian pelanggaran bersifat masif adalah pelanggaran yang terjadi dalam skala luas.
“Karena luasnya pelanggaran, maka hasil Pemilukada menjadi berpengaruh dan menguntungkan pasangan calon tersebut yang melakukan pelanggaran. Hal itu tidak hanya merugikan pasangan calon lain, namun juga bagi proses demokrasi itu sendiri,” ucap Pemohon yang didampingi kuasa hukumnya, Herman Kadir dan kawan-kawan.
Selain itu, lanjut Pemohon, pelanggaran money politics tersebut dilakukan di hampir semua kecamatan di Kab. Bandung seperti Kec. Rancaekek, Cileunyi, Bojongsoang, Dayeuh Kolot, Pengalengan, Ciwideuy, Pasir Jambu, Pacet, Ciparay, Majalaya, Paseh, Ibun, Soreang dan lainnya, yang diketahui berdasarkan keterangan sejumlah saksi yang menyaksikan langsung praktik politik uang.
Masih menurut Pemohon, praktik politik uang selama Pemilukada Kab. Bandung terdiri atas berbagai bentuk. Misalnya, terjadi percepatan pencairan dana insentif RT/RW, diberikan tidak seperti biasanya yang diberikan tiga bulan sekali. Namun, insentif itu diberikan oleh kepala desa lebih awal dari semestinya. Tujuannya, untuk mendapatkan dukungan bagi pasangan calon no. urut 7.
Bentuk pelanggaran praktik politik uang lainnya, ungkap Pemohon, bantuan pasca bencana secara jelas digunakan sebagai sarana pemenangan pasangan calon no. urut 7. Bantuan tersebut didistribusikan tidak sebagaimana mestinya. Desa yang mengalami banjir hanya diberikan sebesar Rp 30 juta, sedangkan desa yang tidak mengalami bencana malah mendapat bantuan lebih besar serta melibatkan tim sukses pasangan calon no. urut 7.
Ditambah lagi dengan terjadinya pembagian kartu Gakinda (Keluarga Miskin Daerah) dari kepala desa melalui petugas RW dilampiri stiker pasangan calon no. urut 7. Juga, dalam kegiatan hari bakti LKMD tingkat Kab. Bandung yang dihadiri para kepala desa, jajaran LKMD, pada akhir kegiatannya disalahgunakan oleh bupati yang meminta semua peserta yang hadir untuk memilih pasangan calon no. urut 7.
Hal lain yang dianggap sebagai pelanggaran Pemilukada oleh Pemohon, dalam kegiatan Safari Ramadhan di tiap kecamatan, kegiatan ulang tahun kabupaten di tiap korwil, Bupati menggunakan kesempatan untuk menggalang dukungan dan pemenangan bagi pasangan calon no. urut 7. Termasuk juga terdapat baliho bupati yang digunakan untuk menggalang dukungan dan pemenangan bagi pasangan calon tersebut. (Nano Tresna A./mh)