Jakarta, MKOnline - Sidang lanjutan perkara nomor 161/PHPU.D-VIII/2010 digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (21/9) di ruang sidang pleno MKRI. Sidang dengan agenda pembuktian lanjutan ini disidangkan oleh Panel Hakim yang terdiri dari Moh. Mahfud MD selaku Ketua Panel, serta Maria Farida Indrati dan M. Arsyad Sanusi masing-masing sebagai Anggota Panel.
Nampak hadir dalam persidangan, Termohon Prinsipal Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bulukumba Arum Spink bersama empat orang anggota dan kuasa hukumnya. Adapun dari Pemohon dan Pihak Terkait dihadiri oleh para kuasa hukumnya.
Pada kesempatan tersebut, Majelis mendengarkan kesaksian para saksi Pemohon, saksi Pihak Terkait serta keterangan dari Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kepala Daerah (Panwaslukada) Bulukumba. Pemohon menghadirkan enam saksi sedangkan Pihak Terkait lima saksi.
Dalam kesaksiannya, para saksi dari Pemohon banyak mengungkapkan tentang Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang bermasalah. Menurut mereka, pemutakhiran data pemilih yang telah dilakukan oleh Termohon tidak optimal, karena masih banyak kesalahan. “DPT (untuk) putaran pertama dan kedua berbeda. Jumlah sama, tapi ada nama-nama baru,” ungkap Mufni.
“Terdapat NIK (Nomor Induk Kependudukan) ganda. KPU tidak terlalu efisien dalam pendataan,” saksi Akmil menambahkan.
Selain itu, saksi Idham Aminudin, mengungkap tentang adanya ‘pemilih migrasi’ di Kecamatan Gantaran. Menurutnya, ada sebanyak 5.235 pemilih yang diduga melakukan pemilihan pada daerah yang bukan domisilinya. Dengan kata lain, antara NIK dengan Tempat pemungutan Suara (TPS) tidak bersesuaian. “Hal itu dapat diidentifikasi melalui NIK. Pada digit kelima dan keenam NIK itu menunjukkan kecamatan yang bersangkutan,“ ujarnya.
Namun, terhadap kesaksian-kesaksian tersebut, Mahfud mengingatkan, persoalan tentang DPT, terutama terkait NIK, adalah permasalahan yang telah diakui langsung oleh Kementrian Dalam Negeri. Bahwa, permasalahan NIK terjadi di hampir setiap daerah di Indonesia. Dan, ia pun menegaskan, permasalahan NIK tersebut tidak akan menjadi pertimbangan Mahkamah nantinya. “NIK itu tidak bisa dinilai. Persoalan NIK sudah diklarifikasi langsung oleh Depdagri. Itu karena belum siap perangkat teknologinya,” jelasnya.
Sebaliknya, beberapa saksi yang dihadirkan Pihak Terkait, menuding bahwa Pemohonlah yang melakukan pelanggaran selama pemilukada di Bulukumba. Menurut para saksi, nama mereka tercantum dalam susunan tim sukses pasangan nomor urut enam (Pemohon) tanpa persetujuan dari mereka sebelumnya. “Nama saya tercantum sebagai koordinator tim sukses di desa saya. Saya keberatan dicantumkan di sana,” tegas Mulyadi yang sehari-harinya menjabat sebagai kepala desa.
Mereka menambahkan, masuknya mereka sebagai tim sukses tanpa persetujuan tersebut adalah perwujudan sikap arogan dari Pemohon yang merupakan incumbent. “Kami diberikan Surat Keputusan (SK) selaku tim pemenangan tingkat kelurahan. Incumbent (Pemohon, red) meminta tolong untuk dimenangkan di daerahnya masing-masing,” kata Taufik yang juga seorang lurah ini. “Menurut saya ini pelanggaran. Apalagi saya Pegawai Negeri Sipil (PNS),” lanjutnya.
Tidak Cukup Bukti
Berkaitan dengan laporan yang masuk, Ketua Panwaslukada Bulukumba Muhamad Nur Rauf menjelaskan, memang benar pihaknya telah menerima laporan pelanggaran pemilukada, tetapi laporan yang masuk kepadanya setelah dilakukan pemeriksaan semuanya tidak cukup bukti. “Ada yang melaporkan terima uang dua juta. Setelah kami minta buktinya, katanya ‘uangnya sudah habis’. Mereka tidak bisa hadirkan bukti,” paparnya. Selain itu, untuk kasus yang telah dilanjutkan ke tingkat kepolisian, juga tidak ditindaklanjuti. “Karena daluarsa, sehingga gugur menurut hukum,” ucapnya.
Sebelum menutup sidang, Ketua Panel melakukan pengesahan terhadap alat bukti yang diajukan oleh para pihak. Untuk agenda sidang berikutnya adalah pembacaan putusan. Rencananya akan digelar pada Selasa (28/9) di ruang sidang pleno MKRI. (Dodi/mh)