Jakarta, MKOnline - Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PP 53/2010) sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 harus dilihat dari sisi positif, jangan dianggap sebagai peraturan yang menakutkan. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) Janedjri M. Gaffar ketika membuka acara “Pendidikan dan Pelatihan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI”, Jumat (17/9), di Gedung MK.
Dalam acara menyosialisasikan PP 53/2010 ini, Janedjri mengaitkan antara kedisiplinan dengan pelaksanaan tugas pegawai MK yang memberikan pelayanan bagi masyarakat pencari keadilan. MK sebagai lembaga peradilan yang memiliki limitatif waktu dalam pelaksanaan tugasnya, maka para pegawai harus pandai mendisiplinkan diri dalam memenuhi limittatif waktu tersebut. “MK merupakan peradilan speedy trial yang memiliki limitasi waktu dalam setiap kewenangannya. Untuk menyelesaikan perkara sengketa hasil pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah saja, MK diberikan waktu 14 hari. Untuk sengketa pemilu legislatif, MK diberi waktu 30 hari dan untuk sengketa kewenangan antarlembaga negara sekama 60 hari. Dengan karakteristik lembaga negara seperti itu, maka dibutuhkan kedisiplinan untuk memberikan pelayanan yang cepat,” jelasnya.
Menurut Janedjri, perlu adanya keteladanan yang ditunjukkan oleh pimpinan mengenai kedisiplinan dan motivasi. Apalagi, lanjut Janedjri, dalam PP 53/2010 memberikan sanksi kepada pimpinan bila pimpinan tidak memberikan hukuman bagi pegawai yang seharusnya terkena hukuman. “Sebenarnya tugas terberat sebagai seorang pimpinan adalah memberikan hukuman kepada stafnya. Tapi dengan berlakunya PP 53/2010 mengharuskan para pejabat struktural untuk memberikan hukuman bagi stafnya yang melanggar peraturan atau jika tidak, maka ia yang akan terkena hukuman,” paparnya.
Selain PP 53/2010, Janedjri mengingatkan agar para pegawai MK tidak melupakan PP 42/2004 yang tertuaang dalam kode etik pegawai yang terpampang pada setiap lantai di Gedung MK. Menurut Janedjri, tidak semua hal terrangkum dalam PP 53/2010 seperti delapan kode etik pegawai . “Bagaimanapun dibutuhkan peraturan untuk mengatur, bukan menghukum. Akan tetapi, butuh hukum untuk mengatur,” tandasnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Bina Kinerja dan perundang-undangan Badan Kepegawaian negara Puspriyo Murdhono menjelaskan bahwa PP 53/2010 diterbitkan sebagai pengganti PP 30/1980 dan pengungkit pelaksanaan reformasi birokrasi. “Jika dalam PP 30/1980 hanya mengatur kewajiban dan hak, maka dalam PP 53/2010 juga mengatur mengenai larangan dan hukuman bergantun pada dampak pelanggaran yang dilakukan,” urainya. (Lulu Anjarsari)