Jakarta, MK Online - Idealnya, Calon Jaksa Agung yang dipilih adalah jaksa karier atau dari Korps Kejaksaan itu sendiri. Bagaimanapun, jaksa karier harus tetap diperhitungkan, meski selama ini belum membuktikan keberaniannya untuk melakukan gebrakan hukum. Bahkan ada anggapan umum, Jaksa Agung yang diambil dari Kejaksaan cenderung kurang kuat dan kurang bersih.
“Namun untuk saat sekarang, justru saya berpikir tidak mesti dari Jaksa Karier. Bagi saya, apakah nantinya yang terpilih jaksa karier atau jaksa non-karier, yang terpenting adalah orangnya harus berani membuat gebrakan hukum, bukan sekadar bersih,” ungkap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD saat menjadi narasumber acara “Suara Anda” Metro TV Jakarta secara live, Jumat (17/9) malam.
Lebih lanjut Mahfud mengatakan, selama ini ia mengamati beberapa Jaksa Agung yang terpilih merupakan sosok yang bersih. Namun untuk masalah keberanian membuat gebrakan hukum, ia justru ragu. “Seorang pimpinan seharusnya merasa bangga kalau bisa membersihkan ke dalam,” ujar Mahfud lagi.
Dari delapan nama Calon Jaksa Agung yang sudah diajukan oleh Jaksa Agung Hendarman Supanji, Mahfud menilai calon-calon Jaksa Agung tersebut tidak memenuhi kriteria ‘Pendekar Hukum’ seperti diharapkan oleh masyarakat.
“Salehnya terlalu ke dalam. Artinya, mereka bersih untuk diri sendiri, tapi kurang membuat gebrakan hukum yang frontal,” tegas Mahfud yang didampingi narasumber lainnya, Fahri Hamzah Ketua Komisi III DPR dan Chuck Suryosumpeno Humas Persatuan Jaksa Indonesia.
Kendati begitu, menurut Mahfud, masalah pemilihan Jaksa Agung baru untuk menggantikan Jaksa Agung Hendarman Supanji, pada dasarnya yang menentukan penunjukkan Jaksa Agung baru adalah hak prerogatif Presiden.
Sementara itu dalam kesempatan acara tv itu, Fahri Hamzah mengatakan bahwa lebih baik tidak melihat segi teknis pemilihan jaksa karier atau jaksa non-karier, tetapi lebih melihat di mana kita berada sekarang.
“Di satu sisi, Kejaksaan tengah melakukan reformasi, perbaikan terus menerus mengenai birokrasi, struktur, termasuk juga soal kesejahteraan,” imbuh Fahri.
Namun di sisi lain, Fahri tak menampik adanya anggapan masyarakat mengenai kinerja Jaksa yang belum berubah, masih terbelenggu oleh praktik-praktik lama, sehingga membuat masyarakat menjadi ragu.
“Dengan demikian, ada tarik menarik antara Kejaksaan dengan masyarakat. Padahal suara masyarakat makin keras agar jaksa menjadi panglima atau penegak hukum negeri ini,” ucap Fahri.
Sedangkan narasumber lainnya, Chuck Suryosumpeno mengatakan adanya aspirasi dari anggota PJI (jaksa-jaksa di daerah) agar Presiden menunjuk Jaksa Agung dari kalangan internal. “Kami akan meneruskan aspirasi itu ke Presiden,” tandasnya. (Nano Tresna A.)