Jakarta, MK Online - Permohonan perkara Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Halmahera Utara perkara Nomor 155/PHPU.D-VIII/2010 akhirnya diputus MK ditolak seluruhnya. “Dalam Eksepsi: Menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait; Dalam Pokok Perkara: Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim Moh. Mahfud MD saat pembacaan amar putusan yang dihadiri delapan hakim konstitusi, Kamis (16/9), di Ruang Sidang Pleno MK.
Permohonan ini diajukan pasangan Frans Manery dan Rusdi Djoge sebagai Pemohon I, Muchlis Tapi Tapi dan Hapri Bolango sebagai Pemohon II, Eduard Loasari dan Muhammd Mifta Baay sebagai Pemohon III, dan Djidon Hangewa dan Bahardi Ngongira sebagai Pemohon IV. Pemohon I sendiri adalah pasangan calon bupati dan wakil bupati dengan Nomor Urut 2, Pemohon II Pasangan Calon Nomor Urut 4, Pemohon III adalah pasangan calon nomor urut 5, dan Pemohon IV sebagai pemohon terakhir adalah pasangan calon nomor Urut 6.
Adapun pertimbangan hukum MK menyatakan berwenang mengadili perkara ini, Pemohon memiliki kedudukan hukum mengajukan permohonan (legal standing), dan permohonan masih dalam batas waktu sesuai hukum. Sedangkan menyangkut eksepsi menyangkut conflict of interest karena kuasa hukum Pemohon mewakili Pemohon I sampai dengan IV, Mahkamah berpendapat proses pendampingan oleh Kuasa Hukum para Pemohon telah memenuhi syarat dalam aturan beracara di Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya eksepsi permohonan para Pemohon non-executable dan lainnya, MK berpendapat eksepsi tersebut tidak tepat menurut hukum. “Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah eksepsi Termohon dan Pihak Terkait tidak tepat menurut hukum,” ujar Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva.
Selanjutnya terkait pokok permohonan yang dipersoalkan, sepanjang menyangkut Daftar Pemilih Tetap (DPT) menurut Mahkamah dalam pendapatnya menyatakan tidak beralasan hukum, sehingga patut dikesampingkan. Selain itu soal dalil para Pemohon yang menyatakan perolehan suara pasangan calon nomor urut 1 sebanyak 18.241 hanya bersifat asumtif semata. Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menjelaskan, “Karena para Pemohon tidak menjelaskan secara rinci dan jelas mengenai perolehan suara a quo dan dalil para Pemohon a quo tidak didukung bukti-bukti yang cukup.”
Selanjutnya Mahkamah mempertimbangkan mengenai perubahan jadwal Pemilukada Kabupaten Halmahera Utara Tahun 2010 sebanyak tiga kali, bahwa MK berpendapat hal itu memang benar bahwa KPU Kabupaten Halmahera Utara telah melakukan perubahan jadwal tersebut, namun hal demikian bukanlah merupakan pelanggaran administratif Pemilu. Pendapat MK menyatakan perubahan tersebut disebabkan karena adanya persoalan teknis administratif dan bukan karena adanya unsur “kesengajaan” untuk menunda jadwal dan tahapan Pemilukada Kabupaten Halmahera Utara. “Seandainyapun benar ada unsur kesengajaan untuk menunda jadwal dan tahapan Pemilukada, quod non, hal tersebut tidaklah berpengaruh pada perolehan suara masing-masing pasangan calon. Dengan demikian dalil para Pemohon a quo tidak tepat menurut hukum,” terang Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva.
Sedangkan terkait dalil indikasi pemalsuan tanda tangan Ketua KPU Kabupaten Halmahera Utara dalam beberapa Keputusan KPU Kabupaten Halmahera Utara, sehingga menyebabkan proses pembentukan PPK, PPS, dan KPPS menjadi tidak sah, menurut Mahkamah penggunaan stempel tanda tangan pada beberapa Keputusan KPU tersebut sesuatu yang dibenarkan sepanjang atas persetujuan dari yang bersangkutan. Hakim Konstitusi Muh Alim menyatakan di persidangan,“Lagi pula penggunaan stempel tanda tangan tersebut tidak mengakibatkan batalnya keputusan yang bersangkutan karena Keputusan Komisi Pemilihan Umum adalah keputusan yang bersifat kolektif dari Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Halmahera Utara. Dengan demikian dalil para Pemohon a quo tidak beralasan hukum.”
Sedangkan menyangkut dalil pencalonan pasangan calon nomor urut 1 (Ir. Hein Namotemo, MSP dan Dr. Rusman Soleman, S.E., M.Si, Ak) cacat secara administratif, Mahkamah berpendapat Termohon telah melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual terhadap persyaratan dukungan dari partai politik pada hari Jumat tanggal 2 Juli 2010 di Kantor DPP Partai Golkar yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Verifikasi Nomor 028.1/II.a/BA.KPU HALUT/VII/2010 dan tidak ada yang mengajukan keberatan terhadap hasil verifikasi tersebut. “Terlepas dari permasalahan internal yang terjadi pada Partai Golkar mengenai apakah kewenangan pencalonan Pasangan Calon Nomor Urut 1 atas nama Hein Namotemo dilakukan pada waktu kepengurusan Hein Namotemo ataukah pada waktu kepengurusan Zadrak Tongo-Tongo, menurut Mahkamah, Hein Namotemo tetap adalah calon sah yang diajukan Partai Golkar,” lanjut Hamdan.
Mengenai kertas suara yang dicetak tidak sesuai dengan standar teknis, adanya petugas dan anggota PPK yang bekerja sebagai penyelenggara Pemilukada tanpa surat keputusan pengangkatan dan dalil lainnya menurut Mahkamah hal tersebut tidak beralasan hukum. (Miftakhul Huda)