Jakarta, MK Online - Hasil pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) putaran kedua Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (16/9), di Gedung MK. Perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 162/PHPU.D-VIII/2010 ini dimohonkan oleh Pasangan Calon Peserta Pemilukada Kabupaten Luwu Utara Nomor Urut 7, yakni M. Thahar Rum dan Ansar Akib.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon yang diwakili oleh kuasa hukumnya Jamaluddin Rustam, menjelaskan bahwa pelaksanaan pemilukada Kabupaten Luwu Utara putaran 2 diwarnai oleh pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. Pelanggaran yang terjadi, lanjut Jamaluddin, di antaranya Daftar Pemilih Tetap yang tidak bersyarat, keterlibatan Pegawai Negari Sipil (PNS) dan pegawai honorer untuk berpihak kepada Pihak Terkait yang juga Pasangan Calon Nomor Urut 1 Arifin Junaidi-Indah Putri Indriani. “Keterlibatan PNS tersebut dilakukan oleh Bupati yang merupakan incumbent. Bahkan incumbent menjanjikan pengangkatan menjadi pegawai tetap bagi para pegawai honorer serta pengangkatan menjadi kepala sekolah bagi para guru jika memilih incumbent,” jelasnya.
Selain itu, Jamaluddin juga memaparkan adanya mutasi yang dilakukan oleh incumbent terhadap para PNS yang memilih bersikap netral dan tidak mendukung incumbent. “Tak hanya itu, pada masa kampanye, Tim Sukses incumbent dan PNS melakukan kampanye negatif (black campaign) terhadap Pemohon dengan membagikan selembaran. Incumbent juga menggunakan dana APBN dan APBD sebesar Rp 2 miliar untuk kepentingan kampanye,” urainya.
Pemohon, lanjut Jamaluddin, dalam petitumnya meminta agar Majelis Hakim Konstitusi menetapkan perolehan suara yang benar sesuai dengan penghitungan Pemohon, yakni 21.107 suara bagi Pasangan Calon Nomor Urut 1 dan 80.550 suara bagi Pemohon. “Kemudian, Pemohon meminta agar Majelis Hakim Konstitusi menetapkan Pemohon sebagai Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Luwu Utara Terpilih. Sedangkan untuk primair, Pemohon meminta kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk memerintahkan KPU Kabupaten Luwu Utara sebagai Termohon melakukan pemilukada ulang, ” ujarnya.
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Harjono menyarankan agar Pemohon memilih salah satu petitum (primair dan subsidair, red). Menurut Harjono, jika Pemohon memilih untuk tetap mempertahankan kedua petitum tersebut, maka Pemohon harus memberikan pembuktian yang kuat. “Jangan hanya setengah-setengah memberikan bukti dan fakta jika tetap mempertahankan kedua petitum tersebut. Atau pilih salah satu petitum, tapi bisa dibuktikan dengan kuat oleh Pemohon,” paparnya.
Sementara Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi, meminta agar Pemohon memperkuat dalil dalam pokok permohonannya. Fadlil menyarankan agar dalil Pemohon harus dikaitkan dengan perolehan suara Pemohon. “Pelanggaran bisa saja hanya pelanggaran sendiri tidak berkaitan dengan perolehan suara Pemohon, maka Pemohon harus bisa mengonstruksikan kaitan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dengan perolehan suara Pemohon,” jelasnya.
Sidang berikutnya dengan agenda mendengarkan jawaban Termohon dan Pihak Terkait serta Pembuktian akan digelar pada Senin, 20 September 2010. (Lulu Anjarsari/mh)