Jakarta, MK Online - Sidang perbaikan permohonan pengujian atas Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Nasional kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), rabu (15/9), di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara yang teregistrasi dengan Nomor 50/PUU-VIII/2010 dimohonkan oleh Dewan Kesehatan Rakyat, Perkumpulan Serikat Rakyat Miskin Kota, Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia, dan enam Pemohon perseorangan yang merupkan pengguna Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) serta Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
Dalam sidang perbaikan permohonan ini, para Pemohon yang diwakili oleh kuasa hukumnya Hermawanto menjelaskan sudah melakukan perbaikan sesuai saran Majelis Hakim Panel, di antaranya mencabut beberapa ayat dalam Pasal 17 UU Jamsosnas untuk dimohonkan pengujiannya. “Sebelumnya Pemohon meminta pengujian terhadap Pasal 17 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6), akan tetapi sesuai saran Majelis Hakim, kami hanya mengajukan Pasal 17 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) saja. Sementara untuk permohonan provisi, kami tidak menambahkan argumentasi apapun. Kami mohon maaf tidak bisa mengikuti saran dari Majelis Hakim Panel. Inilah kemampuan kami,” urainya.
Kemudian, Hermawanto menambahkan beberapa argumentasi di antaranya mengenai ketiadaan pengaturan yang mengakomodasi pekerja mandiri yang sebagian besar dimiliki oleh masyarakat miskin Indonesia. “Negara terkesan menegasikan kewajiban menjadi sunnah yang artinya hanya dapat terwujud disesuaikan dengan political will Pemerintah,” ujarnya.
Mengenai perbaikan yang telah dilakukan Pemohon, Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi meminta agar Pemohon mencabut UU HAM yang digunakan Pemohon sebagai batu uji. Fadlil menjelaskan bahwa norma yang dapat digunakan sebagai batu uji hanyalah pasal dalam konstitusi. Sementara, Hakim Konstitusi Achmad Sodiki meminta Pemohon untuk mempertimbangkan dalam petitumnya agar meminta Pasal 17 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) konstitusional bersyarat (conditionallly constitutional). “Kalau pasal a quo dibatalkan, maka akan ada kekosongan hukum. Jika Pemohon meminta konstitusional bersyarat, maka MK bisa menafsirkan tanpa ada kekosongan hukum,” paparnya.
Sidang berikutnya adalah sidang mendengarkan keterangan saksi maupun ahli serta pembuktian. (Lulu Anjarsari/mh)