Jakarta, MK Online - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Moh. Mahfud MD mengatakan bahwa Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri tentang pendirian rumah ibadah, yang ditetapkan pada 1969 perlu ditinjau ulang karena sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang.
“Mobilitas sosial sekarang sudah tinggi, sehingga sudah sulit diatur dengan SKB tersebut. Karena itu SKB tersebut yang perlu dievaluasi isinya saja. Tetapi bukan untuk meniadakan SKB. Kalau meniadakan SKB, bisa kacau balau dan negeri ini bisa bikin hukum sendiri,” ungkap Mahfud dalam jumpa pers di ruang kerjanya, lantai 15 Gedung MK, Jakarta, pada Rabu (15/9).
Mahfud melanjutkan, hukum itu dibuat sesuai dengan kebutuhan waktu dan perkembangan masyarakat. Demikian pula SKB dua menteri tentang pendirian rumah ibadah, ungkap Mahfud, sebaiknya harus sesuai dengan perkembangan zaman.
Dikatakan Mahfud lagi, karena SKB dua menteri tentang pendirian rumah ibadah sudah tidak cocok dan tidak relevan lagi dengan zaman sekarang, maka kini timbul masalah di banyak tempat. Salah satunya terjadi di Bekasi, kasus penusukan terhadap pendeta dan jamaah HKBP di Bekasi.
“Dengan demikian SKB tersebut bisa dievaluasi lagi, dengan prinsip ‘negara tetap mempunyai hak mengatur seperti SKB itu’. Negara menurut konvensi internasional dan konstitusi, memang harus mengatur kehidupan beragama maupun mendirikan rumah ibadah. Tujuannya, agar tidak terjadi konflik horizontal di antara mereka sendiri. Intinya, tetap memberi proteksi terhadap semua pemeluk agama,” ucapnya.
Lebih lanjut, mengenai keberadaan SKB dua menteri tentang pendirian rumah ibadah dianggap diskriminatif terhadap kaum minoritas, menurut Mahfud, solusinya adalah agar SKB itu perlu dibicarakan lagi, namun bukan untuk dihapus. Prinsipnya, keberadaan SKB tersebut tetap penting.
Pada bagian lain Mahfud menanggapi seputar penanganan Kasus Century. Menurut Mahfud, aspek pidana Kasus Century sudah pasti ada, bahkan sudah ada yang terhukum, yaitu Robert Tantular. Kemudian aspek pidana yang lainnya, ujar Mahfud, bisa UU Pencucian Uang maupun UU Perbankan.
“Nah, kalau dalam Kasus Century ditemukan aspek pidana terkait UU Pencucian Uang dan UU Perbankan, maka orang seharusnya mendesak polisi, bukan mendesak KPK. Tapi kalau aspek pidananya korupsi, maka orang seharusnya mendesak KPK,” tandas Mahfud. (Nano Tresna A/Koen)