Jakarta, MK Online - Frasa “Daftar Calon Tetap” pada Pasal 218 Ayat (3) dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Demikian dibacakan dalam sidang pembacaan putusan, pada Jum’at (3/9) pagi di Ruang Sidang Pleno MKRI oleh Ketua Pleno Hakim, Moh. Mahfud MD.
Permohonan tersebut diajukan oleh Sefriths E. D Nau seorang Anggota PPDI (Partai Penegak Demokrasi Indonesia). Dalam permohonanya, ia mendalilkan bahwa frasa “daftar calon tetap” pada UU Pemilu telah mengakibatkan dirinya tidak bisa menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan berakibat juga pada kosongnya kursi PPDI di DPRD TTS. Padahal, dia telah diajukan oleh pengurus partai yang sah sebagai calon legislatif pengganti untuk menduduki kursi di DPRD TTS.
Terkait hal itu, berdasarkan fakta-fakta hukum dalam persidangan, Mahkamah mengakui bahwa telah terjadi kerugian yang dialami oleh Pemohon dikarenakan adanya frasa tersebut.
Namun, dirugikannya Sefriths atas berlakunya frasa itu, menurut Mahkamah, tidak serta merta menjadikan pasal atau frasa yang diuji dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Karena, apabila dinyatakan bertentangan secara ‘mutlak’, maka akan mengakibatkan kekosongan hukum. Dengan kata lain, akan berpotensi menghilangkan prinsip kepastian hukum.
“Mahkamah berpendapat, bahwa ketentuan Pasal 218 ayat (3) UU 10/2008 terkait dengan frasa ‘Daftar Calon Tetap’ menimbulkan kekosongan hukum yang berakibat terjadinya ketidakpastian hukum ketika terjadi permasalahan sebagaimana kasus a quo, yaitu ketika seluruh nama dalam Daftar Calon Tetap sudah tidak ada karena sudah diberhentikan keanggotaannya seperti dalam kasus a quo terkait dengan adanya sengketa kepemimpinan, sedangkan pada sisi lain ada kekosongan anggota DPRD yang harus diisi oleh wakil partai politik yang bersangkutan,” papar Hakim Konstitusi Fadlil Sumadi saat membacakan pertimbangan hukum.
Dalam konteks ini, telah terjadi kondisi yang dilematis. Yakni, disatu sisi dibutuhkan frasa tersebut untuk menjamin kepastian hukum dalam hal terjadi pergantian calon anggota legislatif (dengan catatan calon di DCT masih sah), namun di sisi lain, frasa tersebut berpotensi mengakibatkan hilangnya hak konstitusional warga negara, seperti yang dialami oleh Pemohon. Jadi, ada kondisi tertentu yang mengakibatkan frasa tersebut telah mendegradasi prinsip yang sangat prinsipil, yakni kedaulatan rakyat. Jadi dapat dikatakan, frasa tersebut telah bertentangan dengan konstitusi.
Mahkamah berpendapat, tidak mempunyai alasan untuk menyatakan ketentuan Pasal 218 ayat (3) yang di dalamnya terdapat frasa “Daftar Calon Tetap” sebagai ketentuan yang tidak konstitusional, namun di sisi lain dalam hal terjadinya kasus sebagaimana yang dialami oleh Pemohon, ketentuan pasal tersebut tidak dapat menjadi dasar untuk menyelesaikannya.
“Menangguhkan, atau apalagi mengosongkan kursi PPDI dalam keanggotaan DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan yang telah diperoleh melalui mekanisme pemilihan umum yang sah sebagai sarana demokrasi adalah merupakan problem konstitusional, yaitu persoalan hak asasi manusia warga negara untuk memilih wakilnya sebagai wujud partisipasinya dalam kehidupan kenegaraan demokratis dan hak warga negara yang partainya telah memperoleh kursi melalui pemilihan umum yang sah untuk menduduki jabatan dalam lembaga perwakilan. Hal demikian tidak boleh terjadi dengan alasan hanya karena tidak adanya ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang dianggap tidak mencukupi atau tidak jelas,” lanjut Fadlil.
Oleh karena itu, dalam amar putusannya, Mahkamah menyatakan Pasal 218 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD sepanjang frasa “Daftar Calon Tetap” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat (conditionally unconstitutional). “Yakni sepanjang pengertiannya tidak mencakup calon pengganti yang diajukan oleh partai politik yang memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dalam hal tidak terdapat lagi calon yang terdaftar dalam Daftar Calon Tetap (DCT),” tegas Mahfud saat membacakan amar putusan.
Meskipun begitu, untuk mencegah kemungkinan adanya “penyalahgunaan” atas putusan ini, Mahkamah menegaskan bahwa partai politik tetap saja tidak bisa dengan sewenang-wenang memberhentikan anggotanya yang telah terdaftar dalam DCT untuk menggantinya dengan nama-nama calon baru.(Dodi/mh)