Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) dan Forum Konstitusi (FK) sama-sama memiliki peran penting dalam memberi kontribusi terhadap pelaksanaan konstitusi dan kontribusi bagi sistem ketatanegaraan. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua MK Achmad Sodiki ketika membuka acara diskusi terbatas membahas mengenai pelaksanaan reformasi konstitusi, Kamis (2/9), di Gedung MK. Acara yang diselenggarakan oleh MK ini dihadiri oleh Ketua MK Moh Mahfud MD, Hakim Konstitusi Harjono, Hakim Konstitusi Muhammad Alim, Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi, Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar beserta Anggota Forum Konstitusi yang merupakan mantan Anggota PAH I dan PAH III MPR periode 1999 – 2002 yang melakukan perubahan terhadap UUD 1945.
Dalam diskusi terbatas ini, Ketua FK Harun Kamil mengemukakan isu mengenai Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) yang berlangsung selama 2010 ini. Menurut Harun, pelaksanaan Pemilukada tidak sesuai dengan amanat yang tercantum dalam UUD 1945 sebagai Konstitusi. “Pengertian ‘demokratis’ dalam Pasal 18 ayat (4) hanya diartikan satu, yakni langsung. Padahal demokratis yang kami maksudkan dalam Pemilukada ketika melakukan perubahan bukan hanya ditafsirkan ‘langsung’ seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (UU Pemda). Penafsiran ‘langsung’ bagi kata ‘demokratis’ baru tepat diterapkan dalam UU Pemilihan Presiden,” ujarnya.
Harun mengungkapkan kehidupan bermasyarakat di Indonesia menjadi rusak dengan berlangsungnya Pemilukada secara langsung. Terlalu dekatnya pemilih dengan yang dipilih, menurut Harun, menyebabkan tingginya praktik politik uang. “Sekarang kehidupan masyarakat kita dihitung berdasarkan nilai uang saja akibat praktik money politik dalam Pemilukada yang langsung,” jelasnya.
Hakim Konstitusi Harjono memaparkan ‘demokratis’ yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) pada pelaksanaan Pemilukada tidak berarti harus sama. “Seharusnya tetap mengakui keberadaan masyarakat adat serta menyesuaikan dengan letak geografis dan sistem kepemerintahan masing-masing daerah. Seperti di Papua,” paparnya.
Harjono memberikan beberapa aplikasi sistem Pemilukada untuk mengefisienkan anggaran Pemilukada maupun meminimalisir praktik politik uang di masyarakat. Misalnya, lanjut Harjono, untuk memilih gubernur dapat dilakukan oleh anggota DPD dan DPRD kabupaten/kota yang dipilih langsung oleh rakyat. “Kalau untuk walikota, bisa melalui Rukun Tetangga (RT) atau Rukun Warga (RW) yang dipilih langsung oleh warganya. Dari RT ataupun RW ini dapat diberdayakan dalam pemilihan walikota. Jadi, makna ‘demokratis’ itu tidak selalu harus diartikan ‘langsung’,” tandasnya. (Lulu Anjarsari)