Buruh Ajukan Uji Materi ke MK
Selasa, 31 Agustus 2010
| 11:13 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi
Kekecewaan terhadap Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dan norma hukum yang mengatur tenaga kerja membuat Ikatan Serikat Buruh Indonesia (ISBI) dan Indonesian Labor Constitution Watch mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"UU itu tak berpihak pada buruh," kata Sekretaris Umum ISBI Muhammad Hafidz saat mendaftarkan gugatan uji materi di gedung MK kemarin (30/8). Kata Hafidz, ketentuan tentang PHI seringkali merugikan pekerja. Mereka pun dinilai tak banyak berpihak pada buruh. PHI seringkali gagal dalam memberi perlindungan hukum terhadap buruh. "Mereka lebih banyak merugikan daripada menguntungkan buruh," katanya.
Mereka meminta tujuh pasal dalam UU tersebut dibatalkan. Yakni, pasal 1 ayat 22 yang mengatur Pengadilan Hubungan Industrial, pasal 88 ayat 3 huruf a tentang upah minimum, pasal 90 ayat 2 yang membolehkan pengusaha menangguhkan upah minimum. Juga, tiga pasal tentang pemutusan hubungan kerja. Yakni pasal 160 ayat 3 dan ayat 6, pasal 162 ayat 1, serta pasal 171.
Kata Hafidz, ketentuan mengenai upah minimum membuat buruh tak bisa hidup layak. Sebab, perusahaan hanya memberi upah minimum tanpa mempertimbangkan faktor kelayakan. "Negara mestinya menetapkan upah layak, bukan upah minimum. Ini membuat buruh tak bisa hidup layak," katanya.
Begitu pula terhadap pasal-pasal tentang pemutusan hubungan kerja. Ketentuan itu, kata Hafidz, merugikan buruh yang mengudurkan diri secara baik-baik atas kemauannya sendiri. Kendati UU mengatur mengatur uang pisah, tapi besarnya ongkos tak disebutkan. Ini membuat aturan tersebut kabur dan setiap perusahaan menetukan sendiri besarnya uang pisah. "Negara harus menentukan standar minimal uang pisah," katanya.
Aga,JPNN.COM