Jakarta, MK Online - Sidang pembuktian perkara nomor 151/PHPU.D-VIII/2010 terkait Perselisihan Hasil Pemilihan umum (PHPU) Kepala Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (26/8) siang, di Ruang Sidang Panel Gedung MKRI.
Tampak hadir Termohon Prinsipal, Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Boltim, Syahrul Mamonto beserta beberapa anggotanya. Hadir pula para kuasa hukum dari Pemohon dan Pihak Terkait.
Seperti dinyatakan oleh Ketua Panel Hakim, Moh. Mahfud MD, pada persidangan sebelumnya, sidang kali ini bertujuan untuk mencari kebenaran materiil. Oleh karena itu, sidang akan mendengarkan kesaksian para saksi, baik dari Pemohon maupun Termohon.
Adapun Pemohon pada kesempatan itu menghadirkan tujuh orang saksi, namun hanya tiga saksi yang didengarkan kesaksiannya secara langsung, karena empat lainnya terlambat hadir. Sedangkan Termohon menghadirkan tiga orang saksi, dua diantaranya adalah Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).
Dalam kesaksiannya, saksi Pemohon, Zaenal Bahan Subu, menerangkan bahwa terdapat selisih suara pada salah satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Desa Bukakak, serta ada satu nama dipakai oleh dua orang pemilih. “Namun, hal itu sudah diperbaiki dan dilakukan penghitungan ulang saat itu,” ungkapnya.
Kemudian, saksi Al Jufri Gobel, menyatakan, ada surat suara cadangan yang melebihi ketentuan di Desa Lanud. Selain itu, lanjutnya, terdapat selisih suara antara surat suara yang terpakai dengan di form C1. “Terdapat kekurangan dalam penghitungan. Penghitungan tidak valid,” ujarnya.
Atas pernyataan itu, Ketua PPK Modayag, Jansen, menerangkan, kelebihan surat suara tersebut dikarenakan ada pemilih tambahan di tingkat desa. “Oleh karena kotak suara telah terdistribusi maka surat suara langsung dibawa ke Desa Lanud sebanyak 78 suara,” jelasnya. Syahrul Mamoto selaku Ketua KPU pun menjelaskan, penambahan surat suara tersebut adalah berdasarkan rekomendasi Panwaslukada dan telah sesuai aturan yang berlaku.
Selanjutnya, saksi lainnya, Rael Abo, mengungkapkan bahwa berdasarkan laporan yang disampaikan padanya, dalam proses penghitungan surat suara, dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta ada surat suara sah yang dianggap tidak sah karena coblos tembus simetris.
“Saat penghitungan tidak memperlihatkan secara jelas kepada saksi. Dan, ada suara yang seharusnya sah, karena coblos tembus, dianggap tidak sah,” paparnya.
Tidak hanya itu, Rael pun mengungkapkan bahwa ada praktik money politic yang dilakukan oleh salah satu pasangan calon, namun ketika ditanya lebih lanjut oleh Panel Hakim, ia tak bisa menjelaskan secara jelas dan rinci persitiwa tersebut.
Terhadap keterangan tersebut, saksi Termohon, Yusra, membantahnya. Ia menegaskan, dari tim pasangan calon nomor urut empat tidak ada melakukan praktik money politic seperti yang dituduhkan. “Pembagian uang dan beras itu sungguh tidak benar,” tegasnya. (Dodi/mh)