Jakarta, MK Online - Sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) digelar oleh MK pada Rabu, (25/8) siang, di Ruang Sidang Panel MKRI. Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan jawaban Termohon, tanggapan Pihak Terkait serta pembuktian.
Dalam jawabannya, Termohon membantah dalil Pemohon yang menyatakan bahwa Termohon tidak melaksanakan penghitungan ulang pada empat kecamatan sesuai rekomendasi Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kepala Daerah (Panwaslukada). Terhadap dalil ini, Termohon Prinsipal, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Syahrul M, mengungkapkan, pihaknya telah melakukan rekomendasi tersebut meskipun tidak seluruhnya.
“Kami telah melakukan penghitungan ulang pada lima TPS (Tempat Pemungutan Suara) di salah satu kecamatan. Perubahannya pun hanya satu-dua saja. Tidak signifikan,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Syahrul, pada saat akan melakukan penghitungan ulang untuk Kecamatan Tutuyan esok harinya, pihak Panwaslu malah tidak hadir. Bahkan, menurutnya, pihaknya telah aktif menghubungi dan mencari pihak Panwaslu, baik tingkatan kecamatan maupun kabupaten, namun tidak berhasil. Akhirnya, penghitungan ulang tidak jadi dilaksanakan.
Dalam persidangan, Syahrul malah mempertanyakan alasan Panwaslu Kabupaten merekomendasikan penghitungan ulang tersebut. Karena menurutnya, pada tingkatan Panwaslap (Panitia Pengawas Lapangan) maupun Panwascam (Panitia Pengawas Kecamatan) tidak ada keberatan ataupun rekomendasi untuk melakukan penghitungan ulang. Baginya, keputusan tersebut seharusnya berdasarkan kepada laporan dari Panwaslap dan/atau Panwascam, bukan keputusan sepihak Panwas kabupaten saja. “Semua Panwas menandatangani formulir. Tidak ada rekomendasi (untuk penghitungan ulang, red) dari mereka,” ucapnya.
Terhadap pernyataan tersebut, Ketua Panwaslu Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Ahlis, yang dihadirkan oleh Pemohon, menjelaskan, surat yang diterima oleh Termohon tersebut bukanlah surat rekomendasi, melainkan surat penerusan. “Itu adalah surat penerusan atas adanya tindakan pelanggaran administratif, bukan surat rekomendasi,” tegasnya.
Selanjutnya, ia menjelaskan alasan dikeluarkannya surat tersebut. Menurutnya, surat itu berdasarkan kepada sosialisasi Surat Edaran (SE) KPU Boltim Nomor 313 mengenai coblos tembus yang masih bermasalah dalam implementasinya. “Ternyata, sosialisasi terkait coblos tembus tidak berjalan maksimal. Pada beberapa TPS surat suara rusak melebihi yang sewajarnya. Kemudian kami lakukan pemeriksaan, ternyata ada coblos tembus yang dianggap tidak sah,” paparnya. Oleh sebab itu, menurut Ahlis, Panwaslu Kabupaten mengeluarkan surat yang berisi perintah untuk dilakukan penghitungan ulang itu. “Surat suara yang bermasalah itu terjadi pada seluruh calon,” ujarnya
Pada kesempatan itu, Pemohon juga menghadirkan saksi James. Dalam kesaksiannya, ia mengungkapkan bahwa ada intimidasi dari salah satu kandidat untuk memilih salah satu pasangan calon, serta adanya kecurangan dalam bentuk politik uang. “Pada tanggal 3 Agustus 2010 terjadi pembagian uang dan beras,” tuturnya. Terhadap pernyataan ini, Pihak Terkait membantah dengan mengatakan bahwa Pemohon tidak menjelaskan siapa pelakunya, dimana tempatnya dan bagaimana pelanggaran tersebut terjadi. “Pada prinsipnya penyelenggaraan Pemilukada telah sesuai ketentuan yang berlaku,” kata salah satu kuasa Pihak Terkait.
Silang Pendapat
Dalam persidangan terungkap pula bahwa ada perbedaan pandangan tentang tugas dan fungsi masing-masing institusi, yakni antara Panwaslu dengan KPU. Khususnya terkait apakah Panwaslu wajib hadir saat dilakukan penghitungan suara ulang serta siapa yang bertanggungjawab melaksanakan penghitungan ulang tersebut.
Menurut versi Panwaslu, sesuai penuturan Ahlis, pihaknya hanya bertanggungjawab untuk menyesuaikan pelanggaran dengan bunyi ketentuan yang ada dan kemudian meneruskannya ke KPU. Sedangkan untuk mengkaji lebih lanjut dan eksekusinya diserahkan sepenuhnya kepada KPU. “Bagi kami yang penting sudah memberikan surat kepada KPU. Masalah mau dilaksanakan atau tidak itu tergantung KPU,” jelasnya. Sedangkan kehadiran Panwas dalam pleno penghitungan ulang, lanjut Ahlis, hanyalah sebagai undangan untuk menyaksikan, jadi tidak diwajibkan hadir.
Sebaliknya, KPU berpendapat, pihaknya memang bertugas mengeksekusi hasil kajian Panwaslu. Tapi, dalam konteks ini, menurut KPU, Panwaslu seolah-olah melimpahkan seluruhnya –dari pengkajian hingga eksekusi- kepada KPU, padahal pengkajian terhadap pelanggaran adalah domain Panwaslu. Adapun terhadap kehadiran Panwaslu dalam pleno penghitungan ulang, menurut KPU, sesuai peraturan yang ada Panwaslu wajib hadir untuk menyaksikannya. “Jika tidak ada Panwas, kami akan dianggap melanggar ketentuan hukum yang berlaku,” ujar Syahrul.
Untuk memperjelas permasalahan ini, sidang akan dilanjutkan pada Kamis (26/8), Pukul 11.00 WIB, dengan agenda sidang pembuktian lanjutan. “Untuk mencari kebenaran materiil, sidang kita lanjutkan Kamis,” tutur Ketua Panel Hakim, Moh. Mahfud MD. (Dodi/mh)