Jakarta, MK Online - Pelanggaran terstruktur tidak harus dilakukan secara berjenjang, tetapi jika pelanggaran tersebut terjadi berulang, maka pelanggaran tersebut dapat dikategorikan ke dalam pelanggaran yang bersifat terstruktur. Hal ini disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilukada Kota Tidore Kepulauan, Senin (23/8), di Ruang Sidang Panel MK. Perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 139/PHPU.D-VIII/2010 dan 140/PHPU.D-VIII/2010 ini dimohonkan oleh Salahuddin Adrias-Abbas M. Arsyad dan Muhammad Hasan-Ruslan Hafel.
Dalam sidang lanjutan mendengarkan keterangan saksi ini, Irman yang merupakan Ahli dari pasangan calon walikota dan wakil walikota Tidore Kepulauan Salahuddin Adrian-Abbas M. Arsyad. Menurut Irman, hipotesa-hipotesa mengenai intimidasi yang terungkap pada persidangan sebelumnya termasuk pelanggaran terstruktur, maka pelanggaran tersebut juga termasuk pelanggaran yang sistematis dan masif. “Intimidasi oleh penyelenggara negara (pejabat, red.) bukan terjadi secara serta-merta dalam proses pemilu, tetapi sudah terencana. Hal ini menyebabkan intimidasi tergolong pelanggaran terstruktur. Jika terbukti terstruktur, objek pelaku pasti tersistematis. Maka sudah pasti termasuk pelanggaran yang bersifat masif,” urainya.
Sedangkan, Pasangan calon walikota dan wakil walikota Tidore Kepulauan Muhammad Hasan-Ruslan Hafel mengajukan 14 orang saksi yang menerangkan tentang berbagai pelanggaran di antaranya pemalsuan tanda tangan anggota KPPS, pemindahan kotak suara ke posko salah satu tim sukses pasangan calon, kertas suara rusak yang diduga tetap dipergunakan, pemilih yang tidak terdaftar di DPT, serta dugaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berpihak pada salah satu pasangan calon. Salah satu saksi, yakni Ali Nurdin menerangkan bahwa tanda tangannya dipalsukan oleh Termohon. “Saya adalah anggota KPPS di TPS 9, Kecamatan Oba Selatan yang diberhentikan. Akan tetapi, tanda tangan saya dipalsukan dalam formulir C1 KWK,” ujarnya.
Sementara itu, dua saksi Pemohon lainnya, Rusli Rustam dan Wahyudi Muhammad menerangkan tentang pemindahan kotak suara ke posko Tim Sukses Ahmad Mahifa-Hamid Muhammad. “Kotak suara dipindahkan oleh Ketua KPPS ke rumahnya, sebelum kemudian dipindahkan ke rumah kepala desa,” aku Wahyudi.
Untuk menguatkan dalil mengenai sejumlah kertas suara yang rusak dihitung, Pemohon menghadirkan saksi Azis Samuda. Azis mengemukakan bahwa terdapat 75 kertas suara rusak yang tidak disilang oleh Ketua KPPS sesuai peraturan KPU di Desa Lola, Oba Tengah. “Sebanyak 4 kertas suara yang sobek justru dicoblos gambar pasangan calon nomor urut 3 (Pihak Terkait, red.) oleh PPK Oba Tengah,” ujarnya.
Sedangkan saksi Syafrin Djaelani dan A. Hamid mengemukakan mengenai adanya tiga pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT di TPS 14, Kecamatan Oba Tengah diperbolehkan mencoblos menggunakan SK guru yang dimilikinya. “Ketiga orang tersebut kami duga merupakan simpatisan pasangan calon nomor urut 3 sehingga Ketua KPPS memperbolehkan mereka mencoblos padahal mereka bukan penduduk desa kami,” jelas Syafrin.
Keterangan Syafrin dibenarkan oleh A. Hamid yang melaporkan pelanggaran tersebut kepada Panwaslu Kota Tidore Kepulauan. “Akan tetapi, Panwaslu terkesan mengabaikan dan tidak menindaklanjuti laporan kami,” paparnya.
Keterangan Berkualitas
Di tengah persidangan, Ketua Hakim Panel M. Arsyad Sanusi mengingatkan para saksi untuk memberikan kesaksian yang berkualitas. “Para saksi jangan berikan keterangan yang didengar dari orang lain ataupun berasal dari informasi orang lain. Keterangan para saksi harus yang dilihat sendiri. Jangan memberikan kesaksian yang tidak berkualitas, nanti hanya merugikan Pemohon yang mengajukan saudara ke persidangan ini,” imbaunya.
Pihak Terkait mengajukan 11 orang saksi. Sedangkan Termohon hanya menghadirkan satu orang saksi yang berasal dari panwaslu. (Lulu Anjarsari/mh)