Jakarta, MK Online - Ketua Parlemen Jerman, Volker Kauder, mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (24/8) sore. Kedatangan Kauder diterima langsung Ketua MK, Moh. Mahfud MD di ruang delegasi, lantai 15, gedung MK, Jakarta.
“Menjadi kehormatan tersendiri kami bisa menerima kedatangan Anda,” ungkap Mahfud yang didampingi Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi dan Sekjen MK Janedjri M. Gaffar.
Kauder menanyakan hal yang kini tengah ditangani MK kepada Mahfud MD. Dijelaskan Mahfud, hal yang kini sedang menjadi sorotan dan fokus MK adalah penanganan sengketa pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah atau pemilukada yang tengah menghangat.
“Selain itu, kami juga tetap menangani perkara pengujian UU terhadap UUD atau judicial review,” tambah Mahfud.
Lebih lanjut Kauder mempertanyakan peran MK terkait pembuatan undang-undang. Menanggapi pertanyaan ini, Mahfud menegaskan, MK tidak boleh ikut campur tangan dalam proses pembuatan undang-undang. Namun, lanjut Mahfud, kalau ada pihak yang menggugat produk undang-undang, barulah MK berwenang untuk mengadili.
Kauder juga menjelaskan bahwa pemerintah Jerman sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), agar tidak terjadi pelanggaran HAM. Misalnya saja, partai politik di Jerman tetap boleh melakukan pengujian undang-undang apabila hak mereka dilanggar. Selain itu, sambung Kauder, hakim konstitusi di Jerman memiliki hak menyampaikan pendapat melalui media termasuk buku.
Hak hakim konstitusi Jerman menyampaikan gagasan dan pendapat melalui media, ternyata juga sama dengan hakim konstitusi di Indonesia yang juga banyak memunculkan gagasan lewat buku dan media lainnya.
“Separuh hakim konstitusi di Indonesia adalah dosen, sehingga kami terbiasa menulis buku maupun menyampaikan pendapat lewat media. Meskipun demikian, tetap ada kode etik bahwa para Hakim Konstitusi di sini dilarang berkomentar mengenai masalah yang sedang diperkarakan MK,” papar Mahfud.
Hal lain dan yang tak kalah penting, Kauder juga menanyakan perlindungan dan kebebasan beragama di Indonesia. Mengenai hal ini, Mahfud mengungkapkan, konstitusi Indonesia telah mengatur perlindungan terhadap para penganut agama. Tetapi kalau sampai terjadi konflik antara umat beragama, hal itu bukan menjadi wewenang MK.
“Kalau terjadi konflik antara umat beragama, yang menindak adalah polisi dan dilanjutkan ke pengadilan umum,” ucap Mahfud. (Nano Tresna A/Koen)