Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan untuk seluruhnya Perselisihan Hasil Pemilukada Kabupaten Kepulauan Sula. Putusan MK Nomor 130 – 131/ PHPU.D-VIII/2010 ini dibacakan oleh Wakil Ketua MK Achmad Sodiki dengan didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya, Senin (24/8), di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati, Para Pemohon mendalilkan terjadi perlakuan diskriminasi dari Pasangan Calon Nomor Urut 2 (incumbent) terhadap orang tua/wali murid yang tidak mendukung Pasangan Calon Nomor Urut 2. Untuk mendukung dalilnya, lanjut Maria, Pemohon mengajukan dua saksi yang relevan yang bernama Kasim Tawang Tanah dan Abdurrahman, yang menerangkan anak mereka yang bersekolah di SMU Negeri 1 Mangoli Utara menjadi korban dari perlakuan diskriminatif kepala sekolah yaitu dengan tidak naik kelas karena dirinya tidak mendukung Pasangan Calon Nomor Urut 2 (Pihak Terkait, red.). Menurut Mahkamah, jelas Maria, berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan Termohon maupun Pihak Terkait membantah dalil Pemohon secara normatif dan mengabaikan fakta yang terungkap dalam persidangan. Maria juga menuturkan bahwa saksi yang diajukan Pihak Terkait, khususnya Kepala SMU Negeri 1 Mangoli Utara tidak dapat meyakinkan Mahkamah bahwa yang bersangkutan tidak melakukan intimidasi kepada orang tua/wali murid di SMU Negeri 1 Mangoli Utara.
“Rangkaian tindakan pelanggaran yang disampaikan saksi Pemohon tidak dapat dibantah secara meyakinkan oleh Termohon dan Pihak Terkait sebaliknya mengukuhkan keyakinan Mahkamah bahwa telah terjadi intimidasi dari aparat sekolah dengan melibatkan sektor pendidikan ke ranah politik praktis. Namun demikian, Pemohon tidak dapat membuktikan bahwa perlakuan diskriminatif tersebut dilakukan atas perencanaan yang berpuncak pada Pihak Terkait dan Pemohon juga tidak dapat membuktikan bahwa pelanggaran tersebut terjadi secara meluas di beberapa wilayah kecamatan di Kabupaten Kepulauan Sula. Dengan demikian, dalil-dalil Pemohon tidak berdasar dan harus dikesampingkan,” urai Maria.
Mengenai dalil adanya intimidasi kepada pemilih dan ketidaknetralan Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilukada Kabupaten Kepulauan Sula, Maria menjelaskan berdasarkan dalil-dalil dan bukti di persidangan, Mahkamah berpendapat jika dikaitkan dengan keterangan saksi Pemohon dalam persidangan, Mahkamah menilai ada intervensi birokrasi yang bersifat politis dalam pembinaan dan pengembangan pegawai di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Sula. Pemutasian pejabat dan pegawai meskipun oleh Saksi Pemohon, khususnya Wakil Bupati Kepulauan Sula, adalah hal yang wajar dan rutin dilakukan. Akan tetapi, lanjut Maria, justru menjadi tidak wajar ketika seorang PNS dengan jabatan dan eselon tertentu dimutasikan menjadi staf pada sebuah kantor kecamatan tanpa alasan hukum yang jelas yang mendasarinya.
“Bahwa sejauh dari dalil dan bukti yang diajukan Pemohon, Mahkamah menilai rangkaian dugaan pelanggaran yang didalilkan adalah kejadian yang bersifat individual, lokal dan sporadis yang penegakannya menjadi wewenang lembaga lain in casu Panwaslu dan Kepolisian. Dengan demikian, dalil-dalil para Pemohon tidak berdasar dan tidak beralasan hukum,” jelasnya.
Sedangkan mengenai adanya dugaan money politic, Hakim Konstitusi M. Arsyad Sanusi menjelaskan keterangan Termohon dan Pihak Terkait kurang meyakinkan Mahkamah bahwa tidak pernah terjadi pelanggaran seperti yang didalilkan Pemohon. Termohon dan Pihak Terkait tidak dapat mengajukan kontra bukti untuk mematahkan dalil-dalil Pemohon, sehingga Mahkamah menilai telah ada cukup bukti adanya pelanggaran praktik politik uang dalam Pemilukada Kabupaten Kepulauan Sula. Namun demikian, Mahkamah berpendapat, meskipun terdapat cukup bukti adanya indikasi pelanggaran pidana Pemilu yang menjadi ranah lembaga penegak hukum lain, tetapi yang terpenting bagi Mahkamah adalah sejauhmana Pemohon dapat membuktikan pelanggaran tersebut bersifat terstruktur, sistematis dan masif yang mempengaruhi perolehan suara masing-masing pasangan calon.
“Bahwa berdasarkan Bukti T-2 yang diajukan Termohon, selisih perolehan suara antara Pemohon I dan Pihak Terkait mencapai 20.047 suara, sedangkan selisih suara antara Pemohon II dengan Pihak Terkait mencapai 30.069 suara. Apabila perolehan suara Pemohon I dan Pemohon II digabungkan tetap tidak akan menyamai perolehan suara Pihak Terkait,” paparnya.
Arsyad mengemukakan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum di atas, dalam kaitannya satu sama lain, Mahkamah menilai dalil-dalil permohonan para Pemohon tidak berdasar dan tidak beralasan hukum sehingga demi hukum keputusan Termohon yang dituangkan dalam Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilukada Kabupaten Kepulauan Sula oleh KPU Kabupaten Kepulauan Sula Nomor 46/Kep/PPWP/20 tanggal 27 Juli 2010 harus dianggap sah menurut hukum. “Sejalan dengan ini, Mahkamah juga tidak menemukan bukti yang meyakinkan tentang adanya pelanggaran-pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang mempengaruhi perolehan suara masing-masing pasangan calon,” katanya.
Oleh karena itu, dalam amar putusan yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Achamd Sodiki, Mahkamah memutuskan menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait. “Dalam pokok permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” tandasnya. (Lulu Anjarsari/mh)