Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Kab. Semarang, Jumat (20/8), di Gedung MK. Perkara yang teregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 135/PHPU.D-VIII/2010 ini dimohonkan oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati Semarang Siti Ambar Fatonah-Wuwuh Beno Nugroho.
Dalam sidang mendengarkan jawaban Termohon dan Pihak Terkait serta Pembuktian ini, kuasa hukum KPU Kab. Semarang Abhan membantah semua dalil Pemohon pada sidang sebelumnya. Mengenai dalil adanya money politic, Abhan mengemukakan Pemohon telah bersikap apriori dan berasumsi dengan mengatakan bahwa pemilih di Kab. Semarang hanya tunduk pada pemberi uang. “Selain itu, money politic yang diduga Pemohon hanya bisa didalilkan 12 peristiwa di 7 kecamatan. Kalaupun ada pelanggaran administrasi seperti yang didalilkan Pemohon seharusnya Pemohon mengadukannya kepada Panwaslu Kab. Semarang atau Kepolisian jika pelanggaran yang terjadi adalah pelanggaran yang bersifat pidana. Jadi, tidak ada pelanggaran yang bersifat sistematis, terstruktur dan masif seperti yang didalilkan Pemohon,” jelasnya.
Sedangkan mengenai dalil Pemohon bahwa Termohon tidak memberikan tata cara mencoblos kepada para pemilih, Abhan mengungkapkan jika terdapat ketidakjelasan tata cara, seharusnya ada keberatan dari saksi Pemohon di lapangan. “Akan tetapi, kami tidak menemukan adanya keberatan dari saksi Pemohon,” katanya.
Sementara itu, Abhan juga membantah adanya dugaan intimidasi yang terjadi selama proses Pemilukada berlangsung. “Jikalau benar hal tersebut terjadi, maka perlu dipertanyakan kepada kepolisian Kabupaten Semarang. Setahu kami tidak ada intimidasi yang terjadi karena proses pemungutan suara Pemilukada Kabupaten Semarang disaksikan langsung oleh Anggota KPU Pusat Endang Sulastri dan Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini,” urainya.
Pihak Terkait yakni pasangan calon nomor urut 1 Munjirin-Wanadi yang diwakili kuasa hukumnya Agus Nurdin, juga membantah mengenai dugaan money politic yang dilakukan oleh pihaknya. “Pihak Terkait sampai saat ini belum mendapat panggilan berkaitan dengan dugaan money politic baik dari Kepolisian mapun Panwaslu Kabupaten Semarang karena jika Pihak Terkait bersalah pasti sudah mendapat panggilan tersebut,” bantah Agus.
Termohon juga mengajukan satu orang saksi, yakni relawan KIP Puji Widianto. Dalam keterangannya, Puji menjelaskan melakukan pemantauan selama Pemilukada Kab. Semarang berlangsung. Menurut Puji, isu money politic yang bergulir dilakukan oleh tiga pasangan calon tidak terbukti di lapangan. “Relawan kami mendengar isu adanya money politic, tetapi kami hanya menemukan pelapor tanpa barang bukti di lapangan,” tuturnya.
Mengenai adanya intimidasi, Puji menyampaikan pada H-1 ada laporan lurah diserbu warganya di Ungaran Timur karena mengancam warganya untuk mendukung pasangan calon nomor 3, yakni Pemohon. “Lurah tersebut diserbu karena mengancam warganya. Jika tidak memilih pasangan calon nomor urut 3, maka ketika warga akan mengurus KTP ataupun KK akan dipersulit,” urainya.
Pada sidang yang berlangsung pada Rabu (18/8), melalui kuasa hukumnya Wijaya, pasangan nomor urut 3 tersebut berkeberatan dengan Surat Keputusan (SK) KPU Kabupaten Semarang Nomor 50/Kpts/KPU-Kab.Semarang/12302932/2010 mengenai hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilukada Kab. Semarang. Dalam SK tersebut, lanjut Wijaya, hasil perolehan suara Pemilukada Kabupaten Semarang, yakni pasangan calon nomor urut 1 Munjirin-Wanadi sebesar 205.382 suara, pasangan calon nomor urut 2 Subroto-Atika Arisanti sebesar 60.559 suara, dan Pemohon sebesar 193.777 suara. “Akan tetapi, rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan KPU Kab. Semarang sebagai Termohon, banyak diwarnai pelanggaran dan kesalahan yang tidak bersandar pada asas Pemilu, yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sehingga penghitungan suara yang dilakukan Termohon memengaruhi hasil akhir,” jelasnya.
Wijaya mengemukakan beberapa pelanggaran yang terjadi selama berlangsungnya proses Pemilukada Kab. Semarang, di antaranya adanya dugaan money politic di 19 kecamatan, tidak profesional dan independennya Termohon sebagai penyelenggara Pemilukada Kab. Semarang, adanya calon yang menggunakan akte kelahiran yang cacat hukum dan terkena sanksi pidana. “Kecurangan terhadap suara tidak sah terjadi sebanyak 30.387 surat suara yang diduga kuat berasal dari surat suara yang mendukung Pemohon. Seharusnya perolehan sura yang benar adalah pasangan calon nomor urut 1 Munjirin-Wanadi sebesar 205.382 suara, pasangan calon nomor urut 2 Subroto-Atika Arisanti sebesar 60.559 suara, dan Pemohon sebesar 223.294 suara. Oleh karena itu, seharusnya yang mendapat suara terbanyak adalah Pemohon,” urainya. (Lulu Anjarsari/mh)